Rabu, 11 Juni 2008

Gawe baulakng (BAG II)

Oleh. Paulus F Samuel

Gawe Baulakng, dibeberapa tempat menyebutnya dengan nama yang berbeda, ada yang menyebutnya Gawe Suman Poe', ada pula yang menyebutnya dengan nama Gawe Madel, namun pada inti tujuannya tetap sama.

Dalam pelaksanaan gawe Baulakng, anggaran yang digunakan tidaklah sedikit, bisa mencapai belasan juta rupiah, hanya untuk peraga adat saja
Tujuan Gawe baulakng itu sendiri secara spesifik sebagai suatu kegiatan membayar hutang jasa dalam bentuk adat, mulai kepada Sang Pencifta, yang menciftakan orang tersebut sehingga ada didunia ini, kepada ahli waris dari kedua belah pihak orang tuanya (pihak waris ayah & ibu), bidan yang membantu proses kelahirannya, tukang sunat jika dia laki-laki, tuha tahutn yang berperan sebagai pendamping dalam usaha bertani, Timanggong, tukang asuh dan untuk ahli waris masih terdapat yang namanya kepala waris. dari kesemua yang disebutkan, masing-masing mendapat bagian tersendiri dalam pembagian adatnya, meski dilihat dari jumlah, tidaklah seberapa yang mereka terima, namun maknanya secara adat sangat tinggi, bahkan bagian-bagian tersebut dalam penerimaannya tidak boleh dikirimkan, kalaupun diwakilkan penerimaannya, wakil tersebut merupakan keturunan dari nama-nama yang dipanggil sesuai dengan fungsi-fungsinya.
Dalam hal malakukan pembagian, sipembagi adat harus menguasai garis keturunan orang berpesta minimal lima tingkat diatas kakeknya, artinya orang tersebut harus pandai bertutur silsilah keluarga yang berpesta.Demikian juga dengan membaginya, yang didahulukan adalah, ahli waris yang dianggab masih paling dekat hubungan darahnya.
Hitungannya adalah, sepupu sekali dan sepupu dua kali, belum bisa dianggab waris, golongannya masih dalam tataran keluarga.
Dalam aturan melaksanakan Gawe baulakng, meskipun orang tersebut memiliki berlimpah harta, dan untuk melaksanakan Gawe bukan persoalan, dianya tidak segampang itu.
Boleh melakukan Gawe baulakng apabila kedua orang tuanya sudah melaksanakan pesta nikah, jika belum, sementara orang tersebut nekad untuk melaksanakannya, maka yang dilakukan terlebih dahulu, melaksanakan pesta kedua orang tuanya, walaupun kedua orang tuanya sudah meninggal, dan pelaksanaannya sehari sebelum hari jadi Gawe Baulakng yang bersangkutan, alasannya bisa terkena tulah, dianggab melangkahi orang tuanya.

Read More..

Senin, 09 Juni 2008

GAWE BAULAKNG

Oleh. Paulus F. Samuel

Jadi orang Dayak memang "ribet", dalam hidup berumah tangga saja, kalau mau mengikuti originalitas sebagai orang Dayak, mesti melewati bermacam-macam proses, tapi itulah uniknya orang Dayak.
"Gawe Baulakng", adalah sebuah pesta puncak, dalam sebuah perkawinan. Jaman dulu, gawe baulakng menjadi sebuah tolok ukur bagi orang Dayak (khususnya Kanayatn), untuk menjadi Timanggong, Imam, Picara dan lainnya yang berhubungan dengan kepemimpinan, haruslah sudah melaksanakan Gawe Baulakng.
Dengan telah melaksanakan Gawe Baulakng, berarti orang tersebut dianggab layak, meski masih banyak prasyarat, selain sudah melaksanakan Gawe Baulakng, untuk menjadi pemimpin bagi orang Dayak.
Minimal orang tersebut, sudah tidak memiliki banyak beban "hutang", hutang kepada ahli waris, kepada Jubata, kepada arwah-arwah moyangnya dan lain-lain, yang dipandang dari sisi adat.

Read More..

Minggu, 08 Juni 2008

SISTEM RELIGI ORANG DAYAK

Oleh. Paulus FS
Didalam kehidupan social, dan kesehariannya tidak mungkin mencampur adukkan penerapan antara agama baru dan sistem religi (kepercayaan lama), yang merupakan salah satu bagian dari adat istiadat serta budaya adat leluhur, meski dipaksakan dengan cara dan sekeras apapun tetap tidak akan pernah selaras.
Letak persoalannya adalah, karena keduanya sama-sama kepercayaan yang didasari oleh keyakinan, dengan pemahaman yang berbeda, jika dipaksakan untuk digabungkan, sudah barang tentu akan terjadi benturan-benturan pemahaman, yang satu dipaksakan untuk memahami yang lainnya.
Yang benar adalah, masing-masing kepercayaan tidak saling mengintervensi, dan membiarkan masing-masing kepercayaan berproses secara alami.
Agama baru menjalankan proses sesuai dengan keyakinan kepercayaannya, demikian pula dengan budaya adat (agama lama) tanpa harus membanding-bandingkan kebenaran yang dimiliki, serta memaksakan kepercayaan lain untuk memahami kepercayaan yang dianut olehnya. Yang mungkin bisa dilakukan diantara masing-masing kepercayaan, agar tidak menimbulkan berbagai bentuk benturan adalah dengan mengetengahkan kata “toleransi”.
Andaipun suatu masa segala sistem religi lama tersebut, akan hilang dengan pergulatan ruang dan waktu, tidak ada lagi yang melaksanakannya, biarkanlah proses seleksi alam yang terjadi, bukan perubahan yang dilakukan secara radikal, revolusi dan sebagainya yang bersifat memaksa untuk meninggalkannya.
Didalam menjalankan kepercayaan dan keyakinan, tidak bisa melakukan pengkooftasian antara satu sama lainnya, dia mesti berjalan sesuai dengan pemahaman masing-masing sesuai dengan kepercayaan yang diyakini oleh kelompok penganutnya itu sendiri.

TATARAN PEMAHAMAN

KEPERCAYAAN LELUHUR
Jauh sebelum agama ada, leluhur orang Dayak memang sudah memiliki tata cara/religi yang mengatur hubungannya dengan maha penciftanya.
Tidak benar jika para leluhur orang Dayak jaman dulu di katakan “Animisme”, terbukti bahwa ketaatan dan kepercayaan leluhur orang Dayak sangat kuat dalam memelihara hubungan dengan Sang Pencifta yang disebut “Jubata”.
Disetiap kehidupan para leluhur orang Dayak jaman dulu, tidak pernah melepaskan diri dari campur tangan “Jubatanya” lewat berbagai bentuk ritual yang biasa mereka lakukan, memohon pertolongan “Jubata” saat membutuhkan sesuatu, mengucapkan syukur dan terima kasih kepada “Jubata” jika apa yang diminta dapat diperoleh tanpa melihat besar ataupun kecil sesuatu yang diterima.
Dengan melihat pola pada setiap pelaksanaan ritual dalam sistem religi yang dilakukan oleh leluhur orang Dayak, jelas bahwa moyang orang Dayak telah lebih dulu mengenal apa yang disebut dunia sekarang sebagai “Agama”.
Agama mengatur sistem moral dan norma-norma hidup para penganutnya yang memedomankan kearifan dan ke-Esa-an Maha Pencifta sesuai dengan ajaran masing-masing agama tersebut, demikian pula dengan sistem religi yang dilaksanakan oleh leluhur orang Dayak, yang membedakannya secara tajam antara setiap kepercayaan adalah, hari-hari besar, alat komunikasi (bahasa, alat peraga dll), perbedaan lainnya dari yang disebut dunia sebagai “agama” sekarang dengan sistem religi leluhur orang Dayak, yang disebut sebagai “Agama” sekarang, organisasional dan struktural sifatnya, sedangkan sistem religi leluhur orang Dayak tidak memiliki “organisasi struktural”, yang ada didalamnya momentum prosesi, pelaksana prosesi dan penyelenggara prosesi.
Meski dalam penerapan kesehariannya, sistem religi para leluhur orang Dayak tidak memiliki “organisasi”, tidak semudah itu untuk mengatakan leluhur orang Dayak sebagai “animisme”, seperti yang disebutkan diatas, bahwa leluhur orang Dayak memiliki sistem religi yang mengatur hubungan dengan maha penciftanya yang disebut “Jubata”, dalam bentuk ritual-ritual. Hanya saja tidak tersistematis dalam bentuk kalender tetap seperti agama-agama yang diakui oleh manusia didunia, leluhur orang Dayak melakukan ritual pada setiap moment-moment dalam keseharian hidup komunitasnya, contoh :
1. Ritual yang menyangkut hidup manusia, mulai dari dalam kandungan hingga meninggalnya
2. Ritual yang berhubungan dengan pekerjaan, berladang dan sebagainya, mulai dari mencari tempat dimana yang akan dijadikan lahan pekerjaan hingga melakukan syukuran terhadap hasil yang diperoleh.
3. Ritual perlindungan, pembentengan terhadap komunitas akan ancaman-ancaman (musuh, penyakit sampar dll), ritual dilakukan dari awal hingga keadaan sudah dinyatakan bebas dari ancaman tersebut, ritual seperti ini bisa dalam bentuk berpantang dan lain-lain sesuai dengan keadaan yang dirasakan atau berdasarkan tanda-tanda alam yang didapatkan.
4. Serta banyak lagi momentum-momentum ritual lainnya.
Ketetapan hari-hari besar boleh dikatakan tidak ada, semua didasarkan atas kesepakatan-kesepakatan didalam komunitas-komunitas itu sendiri.
Yang menunjukan bahwa ritual yang dilakukan oleh leluhur orang Dayak lebih menhormati penciftanya “Jubata”, ini ditandai pada salah satu perilaku “persembahan”, makanan yang akan digunakan sebagai persembahan, jika belum didoakan (Matik=doa singkat), belum boleh dimakan, demikian pula dengan menentukan tempat pekerjaan/ladang, setelah melakukan ritual untuk meminta restu “Jubata” dan tanda-tanda alam memperingatkan tidak boleh, maka kebiasaan leluhur orang Dayak akan mencoba meminta ditempat lain dengan cara yang sama.
Yang mau dipahami dari sistem religi yang dilakukan oleh leluhur orang Dayak adalah, bahwa sesungguhnya mereka telah lebih dulu memiliki cara-cara arif memelihara hubungan dengan pencifta alam semesta isinya, artinya, mereka bukan “animisme”, jelas bahwa letak persoalannya ada pada tataran pengakuan pemerintah, dan perlu dicatat bahwa Tuhan tidak membutuhkan pengakuan, yang dibutuhkan Tuhan adalah kepercayaan, dan penyebaran kepercayaan dalam bentuk organisasi-organisasi “Agama” yang diakui pemerintah, sesungguhnya merupakan sebuah upaya untuk melakukan modernisasi kepercayaan dan revolusi budaya.

MUNGKINKAH DILAKUKAN INCULTURASI
Didalam agama-agama baru itu sendiri sesungguhnya sudah dilakukan inculturasi, seperti di Kristen contohnya, inculturasi yang terjadi antara ajaran yang disebut perjanjian baru (sesudah Yesus lahir) dengan kepercayaan leluhur bangsa Yahudi (sebelum Yesus lahir).
Ajaran-ajaran agama, biasanya akan didominasi oleh budaya-budaya dimana agama tersebut berasal, itulah inculturasi yang pertama dilakukan.
Dewasa ini, ada upaya dari kalangan agama mencoba melakukan semacam inculturasi, bahkan sudah masuk pada tataran proses ritual, seperti tatacara “Nyangahatn” digereja dalam upacara tertentu. Apapun sesungguhnya akan baik sepanjang tidak ada yang mempertentangkannya, namun akan lain apabila kedua sisi yang akan dilakukan penyatuan (inculturasi), dan masing-masing sisi saling bertahan untuk menunjukan eksistensinya.
Kepercayaan leluhur orang Dayak dan agama-agama yang ada seperti sekarang ini, mempunyai tujuan yang sama, namun menggunakan cara dan alat komunikasi (bahasa dan alat peraga) yang berbeda-beda.
Artinya, inculturasi secara utuh tidak mungkin bisa dilaksanakan, karena ada hal-hal tertentu yang dimiliki oleh salah satu kepercayaan yang tidak akan bisa dimengerti oleh kepercayaan lain, seperti halnya “ngobet”, dalam ritual adat Dayak, ada bagian-bagiannya, yang akan sangat sulit dipahami adalah “kobet kamoh”, sementara dalam prosesi ritual adat orang Dayak, seluruh alat peraga yang biasa diadakan haruslah secara lengkap. Pertanyaannya adalah, bisakah kepercayaan lain (agama baru) menerima secara utuh seluruh alat peraga yang digunakan pada ritual adat orang Dayak untuk digunakan dalam gereja atau lainnya ?. Jawabannya tidak sesimple menjawab “ya dan tidak” letak permasalahannya ada pada tataran pemahaman, tentu kepercayaan diluar kepercayaan leluhur orang Dayak akan memahaminya lain, sedangkan bagi orang Dayak, setiap bagiannya mengandung arti penting, dan jika salah satu dihilangkan, mungkin bisa fatal akibatnya atau sederhananya, apa yang dilakukan akan sia-sia.

Yang sering terdengar dari ucapan kelompok kepercayaan lain diluar kepercayaan leluhur orang Dayak, ketika menyaksikan prosesi ritual adat orang Dayak, ada yang mengatakan menyembah berhala, memberi makan setan, menyembah pohon, menyembah batu, menyembah gunung dan lainnya.
Sebagai orang Dayak, secara pribady saya tidak bisa menepis ungkapan yang demikian, karena saya sendiri tidak bisa memaksakan orang lain untuk mengerti kepercayaan dan keyakinan yang saya miliki, rancanganmu bukanlah rancanganku, karena kebenaran dalam suatu kepercayaan tidak dipahami dengan sesuatu yang berbentuk, kebenaran itu relatif sifatnya, dianya terletak pada keyakinan masing-masing penganutnya. Setiap pengikut penganut kepercayaan mempunyai hak masing-masing untuk mengatakan ajaran kepercayaannya benar, tetapi tidak berhak untuk menghakimi bahwa kepercayaan lain salah.

PEMAHAMAN KOBET
Sebelum jauh masuk dalam kepercayaan adat leluhur orang Dayak secara luas, mungkin baik terlebih dahulu diuraikan tentang makna “kobet”, karena ini salah satu bagian yang selalu mengandung resistensi tinggi bagi yang tidak mengerti makna sesungguhnya.
“Kobet” atau juga sering disebut “ongko’” dalam proses ritual adat leluhur orang Dayak, merupakan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan, lain tujuan ritualnya, berbeda pula jumlah dan jenis “kobet” disediakan.
Pemberian “kobet”, sama artinya melakukan pembentengan, sebelum masuk jauh pada proses ritual, sehingga ketika ritual berjalan segala sesuatu (arwah-arwah gentayangan, setan, iblis dll) yang sudah diberi “kobet” tidak lagi mengganggu proses ritual tersebut, meski dalam proses ritual tersebut untuk mengusir roh-roh jahat, mereka tidak diusir dalam bentuk yang radikal, pengusiran dalam bentuk hormat, atau mereka yang sudah diberi “kobet” diminta bantuannya untuk melakukan komunikasi dengan sesamanya untuk tidak mengganggu.
Para leluhur orang Dayak, memahami bahwa seluruh yang ada dimuka bumi ini baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan adalah bagian dari ciftaan tuhan (Jubata), saling menghormati dan mengasihi sesama ciftaanNya, menjadi suatu kewajiban tanpa terkecuali. Memberikan “kobet”, sama dengan menyapa mereka yang tidak dapat dilihat, dan harus ada sesuatu yang dipersembahkan.
Analoghynya, para pedagang kaki lima saja bisa marah jika dilakukan penggusuran, meski mereka sesungguhnya sadar bahwa mereka membuka tempat usaha atau tinggal bukan pada hak miliknya, dan bahkan mereka mungkin sadar, kegiatannya mengganggu orang lain. Namun ketika digusur, tidak jarang mereka bertindak anarkhis, tapi, beda soal jika sebelum penggusuran, komunikasi terlebih dahulu dibangun, mungkin ada yang dengan suka rela melakukan pembongkaran sendiri tanpa harus main paksa, dan kepada mereka diberikan sedikit bekal untuk sekedar menghargai.
Nah, demikianlah sesungguhnya pemahaman para leluhur orang Dayak ketika memberikan “kobet” dalam melakukan proses ritual, sehingga roh-roh yang biasanya mengganggu tidak lagi mengganggu. Mentang-mentang merasa benar lalu mau bertindak semaunya terhadap orang yang salah, itu namanya egosentris, leluhur orang Dayak memberikan cerminan lewat proses ritual adat kepada seluruh keturunannya untuk tidak egosentrisme, pada hakikatnya, cinta kasih ditujukan tidak sebatas pada orang-orang yang mengasihi kita, orang-orang terdekat kita, tapi juga bagaimana mengasihi musuh sekalipun, dan hal seperti ini dipahami sebagai keseimbangan hidup.

Kembali pada kepercayaan leluhur orang Dayak secara umum, seperti telah dipaparkan diatas, bahwa jauh sebelum agama-agama baru masuk dan berkembang dikalangan orang Dayak, para leluhur orang Dayak sudah mempunyai kepercayaan yang mengatur keseimbangan hubungan, baik dengan Sang Pencifta serta alam ciftaan beserta isinya.
Didalam agama-agama baru, juga mengajarkan hal yang demikian, sekali lagi, hanya cara dan alat komunikasi yang digunakan yang berbeda. Lain bahasa tentu lain nama dalam penyebutannya, ada yang menyebut Dewa, Allah, Tuhan, Jubata dan lain sebagainya.
Agama baru lebih dipengaruhi oleh budaya dimana mereka berasal, itu sudah pasti dan tidak dapat disangkal lagi.
Sesujujurnya, Tuhan tidak mempunyai agama, Tuhan menciftakan alam beserta isinya, dan yang dibutuhkan oleh Tuhan kepada umat manusia adalah keyakinan dan kepercayaan, mentaati perintahnya dan menjauhi larangannya, bahwa Dialah (Tuhan) sumber segala-galanya, terserah dengan apapun cara yang kita pakai sebagai umatNya. Agama hanyalah sebuah organisasi dan cara, sedangkan yang mendekatkan setiap umat manusia dengan Maha Penciftanya adalah iman dan keyakinannya.
Akan lain lagi situasinya, jika Yesus, Muhammad, Sang Budha dan lainnya, lahir di Kalimantan, mungkin semua yang disebut oleh dunia sebagai agama sekarang, saya berkeyakinan, segala perilaku budaya Kalimantan (khususnya budaya Dayak) akan lebih dominan didalamnya.

TEMPAT RITUAL LELUHUR ORANG DAYAK
Tata cara dan tempat dimana para leluhur orang Dayak melakukan ritual, sangat kontekstual sifatnya, hal ini sebenarnya lebih terkait dengan kondisi jaman, seperti melakukan ritual di gunung, pohon-pohon besar, batu-batu besar dan lain-lain, yang dipahami sebagai ciftaan “Jubata” yang indah, yang besar, yang tinggi, yang kuat dan sebagainya.
Ada pepatah mengatakan “jika kita berteduh dibawah sebatang pohon yang rindang dan disitu kita menemukan kesejukan, maka ingatlah kepada orang yang menanam pohon tersebut”.
Didalam ajaran agama baru sekarang, selalu juga mengatakan bahwa “Tuhan ada dimana-mana”, pemahaman-pemahaman seperti inilah sesungguhnya yang menjadi dasar bagi para leluhur orang Dayak untuk memilih tempat-tempat yang dianggab terindah dan terbaik untuk melakukan penyembahan kepada “Jubatanya”.
Pohon-pohon besar dijadikan sebagai simbol kesuburan, batu-batu besar dijadikan sebagai simbol kekuatan, sedangkan gunung-gunung yang tinggi dijadikan sebagai simbol kemegahan, kebesaran dan keagungan “Jubata”. Jika ada yang mengatakan leluhur orang Dayak sebagai penyembah pohon, batu, gunung dan lainnya, itu semata-mata karena ketidak pahaman orang tersebut.
Alasan lain, terkait dengan jaman, dijaman kehidupan para leluhur orang Dayak, jangankan mau mendirikan gedung-gedung megah seperti Masjid, Gereja, Klenteng dan sebagainya, untuk mendirikan rumah tempat mereka tinggal saja sangat penuh dengan kesederhanaan, pakaian dari kulit kayu, lain soal kalau saat itu leluhur orang Dayak sudah mengenal tekhnolgi modern seperti sekarang ini.

AGAMA ADALAH ORGANISASI POLITIK DOGMATIK
Dalam kehidupan masyarakat dunia, orang-orang akan malu untuk mengakui bahwa dirinya tidak beragama, terlebih di Indonesia. Pada kartu pengenal, saya kira tak ada satupun yang tidak menampilkan agama. Secara politik, agama dibuat sebagai alat pengakuan Negara terhadap seseorang.
Saya sangat yakin bahwa seluruh yang ada dimuka bumi ini tanpa terkecuali adalah ciftaan Tuhan yang sama, dan saya berkeyakinan pula bahwa diakhirat sana tidak ada kaplingan tempat yang dipersiapkan untuk agama A, B, C dan sebagainya.
Agama hanya semasa kita hidup dan sebagai alat untuk mempersiapkan tempat apabila kita mati, jika yang mati agamanya Khatolik dengan mudah orang melakukan proses pemakaman dan menempatkannya dipemakaman Kahtolik, yang Muslim di pemakaman Muslim dan seterusnya. Mungkinkah setelah kita mati, Tuhan akan mengelompokan oran-orang sesuai dengan agama yang dianut semasa kita hidup, seperti umpamanya kata Tuhan, hei... kamu orang Khatolik, disini, kamu disebelah kanan saya, hei yang Muslim, kamu didepan saya, yang Bhuda, kamu disebelah kiri saya dan bla bla bla bla......
Agama kan pada dasarnya merupakan sebuah wadah ekspresi kepercayaan dan keyakinan yang sifatnya dogmatis, sedangkan kepercayaan dan keyakinan itu sendiri sifatnya sangat sangat pribadi, yang tahu bahwa saya benar-benar yakin dan percaya adalah diri saya sendiri, dan cara yang saya pakai untuk mengekspresikannya keluar dari diri saya serta bersama satu kelompok, itu yang disebut dengan agama, aliran kepercayaan dan lain-lain.

Read More..

Rabu, 14 Mei 2008

Dipersimpangan jalan

Oleh. Paulus FS
Senja memerah, bergayut diselimuti awan tipis, bagai lukisan di atas kanfas halus oleh tangan-tangan lembut sang seniman berbakat.
Claudia menyibak rambutnya yang terurai di terpa oleh hembusan angin pantai.
Claudia enggan beranjak dari tempat duduknya, tatapannya hampa, sesekali ia mendesah resah tanpa berucap sepatah kata.
Kerasnya gelombang tak sebanding dengan gejolak kegundahan hatinya, keriangan sirna seketika, di gantikan dengan kekalutan jiwa dan kelukaan yang kian perih.
Tujuh belas tahun, usia yang begitu belia, Claudia di hadapkan pada situasi yang begitu sulit, ia harus membuat keputusan, yach keputusan yang menurutnya sangat berat sekali.
Disisi satu Claudia ingin menjadi anak yang berbakti pada kedua orang tuanya, di sisi yang lain Claudia mau mengukir masa depannya dengan melanjutkan study di perguruan tinggi, cita-cita yang di rajutnya selama SMA akan di korbankan jika ia memilih keinginan kedua orang tuanya.
Ayah Claudia seorang pengusaha kayu olahan, selama kurang lebih 10 tahun beliau menggeluti usaha kecil (meubel). Keinginan untuk cepat sukses memang menjadi keinginan semua orang, tidak terkecuali ayahnya claudia. Mendapat tawaran dari seorang pengusaha sukses untuk menjadi partner bisnisnya, di tangkap sebagai peluang emas oleh ayah Claudia. Modal dengan jumlah milyaran rupiah dalam sekejap berada di tangan beliau, tiga bulan perusahaan berjalan, margin keuntungan yang di capai membuat ambisi ayah Claudia tinggi. Kembali beliau melakukan penanda tanganan peminjaman uang untuk membuat usaha semakin besar.
Genap satu tahun ayah Claudia menjalankan perusahaannya, margin keuntungan yang di bayangkan malah resiko besar yang menjadi kenyataan.
Ayah Claudia harus merelakan jutaan kubik kayu siap olah, berpindah ke tangan team gabungan penertiban kayu-kayu ilegal.
Dulunya tumpukan kayu-kayu tersebut tidak pernah sepi oleh para buruh pada siang hari dan para penjaga di malam hari, namun sekarang keadaan di sekitar berubah, areal tersebut di tunggu oleh pita kuning setia yang bertuliskan police line.
Apa mau di kata, ibarat pepatah “nasi sudah menjadi bubur”, maksud mencari untung malah buntung.
Situa bangka pemberi modal tak peduli setan apa mau buat, hutang tetaplah hutang, ketika tak mampu bayar, kata yang paling tepat di pilih adalah “sita”.
Segala aset yang dimiliki ayah Claudia di serahkan habis juga tak akan cukup menutupi jumlah hutang yang ada beserta riba yang telah di sepakati. Kebaikan hati ataukah kelicikan yang di tawarkan oleh si tua bangka, dengan pertimbangan mau tak mau. Hutang tak perlu di bayar asalkan Claudia anak semata wayang harus di serahkan sebagai gantinya.
Semenjak persoalan ini timbul, saat itulah Claudia selalu menghabiskan hari-harinya tanpa arah dan tujuan, jalan-jalan bukannya mencari kesenangan melainkan kebingungan.
Segala upaya di tempuh, agar kedua orang tuanya membatalkan niat untuk menikahkannya dengan si tua bangka tempat ayahnya menghutang, namun bagi orang tua Claudia itulah jalan yang terbaik agar terbebas dari jeratan hutang yang tak mungkin mampu ia lunasi.
Tak ada lagi tempat mengadu bagi Claudia, kepada kedua orang tua, itulah keputusannya, saudara tidak punya, pacar.....tentu cara yang di berikan tidak pernah objektif malah membuat Claudia semakin galau (ngajak nikah dengannya). Claudia menghindari pernikahan pilihan orang tuanya bukan karena tua bangka, namun karena claudia sendiri merasa belum siap untuk berumah tangga.
Di dalam kegamangannya Claudia tidak lagi dapat berpikir jernih, hidupnya bagaikan berjalan di tengah samudera yang penuh dengan gelombang dan badai. Hari penghakiman bagi dirinya seakan telah tiba, seutas tali diraihnya, mungkin ini jalan yang terbaik baginya saat itu. Namun belum sempat maut menjemput, Claudia di hantui bayangan, serta hiruk pikuk, senda gurau saat bersama teman-teman sekolahnya. Tersirat di benaknya bayangan seorang teman di mana mereka selalu saling berbagi keluh dan kesah. Teman karib yang hadir dalam bayangan Claudia tak lain adalah Cindy, teman sebangku waktu SMA. Seutas laso penghakiman menjadi penasaran, tergantung sendiri di atas dahan mangga belakang rumah. Sambil menangis Claudia bergegas meninggalkan tempat di mana ia akan mengakhiri hidupnya. Perjalanan sejauh 2 km tidak terasa, kaki melepuh, keringat mengucur, detak jantung tidak lagi beraturan membuat Claudia tidak dapat berucap, selain tangis histeris. Cindy jadi bingung, apa sesungguhnya yang sudah di alami teman, yang dulu pernah ia kenal sebagai gadis baik, penceria, dan cerdas.
Dalam ketenangannya Cindy memeluk tubuh claudia sambil merebahkannya di atas sofa ruang tamunya. Kemudian Cindy mengambil segelas air putih, claudia di suruhnya minum agar sedikit tenang. Setelah beberapa menit isak tangis mereda, Claudia menceriterakan masalah yang ia hadapi selama beberapa bulan ini, Cindy menarik napas panjang, ikut prihatin dengan apa yang di alami teman karibnya tersebut.
Cindy menyarankan agar Claudia menginap di rumahnya dalam beberapa hari, setelah bebnar-benar tenang baru mencari jalan keluar terbaik bagi Claudia.
Sementara keadaan di rumah Claudia menjadi kalut, kuatir terjadi hal-hal tidak diinginkan terhadap anaknya, sesungguhnya tidak ada seorangpun di dunia ini yang tidak menginginkan anaknya bahagia, namun sekali lagi bagi ayah Claudia tidak ada pilihan lain. Seperti biasa, setiap kali ingin berbagi keluh kesah Cindy dan Claudia selalu pergi ke pantai, karena jarak pantai dari tempat tinggal Cindy hanya kurang lebih 4 km. Setelah banyak hal yang mereka berdua saling utarakan, Cindy memberi sedikit saran kepada Claudia, bahwa hidup ini memang pilihan, dalam memilih mesti harus berhati-hati, artinya jangan sampai mengambil keputusan yang salah, di samping itu juga Cindy menyarankan Claudi mencari petunjuk lewat Doa. Cindy sungguh yakin apa yang di alami oleh Claudia adalah ujian dari Yang Maha Kuasa, dalam keyakinannya Tuhan tidak akan pernah memberi ujian di luar batas kemampuan umatNya. Cindy mengucapkan banyak terima kasih kepada sahabatnya, yang telah memberi tumpangan selama beberapa hari, memberi nasihat dan membantu Claudia pamit sama kedua orang tuanya karena Claudia sendiri tak ingin kepergiannya ke kota di halang-halangi oleh Bapaknya.
Dikota Claudia nginap di rumah, temannya Cindy, Claudia setiap hari di ajak jalan-jalan oleh Paula, sesekali di ajak main ke kantor ayahnya.
Berkat doa yang tulus Claudia Tuhan tidak membiarkannya begitu saja, saat itu telpon di meja sekretaris ayah Paula berdering, gagang telpon di angkat oleh Sekretaris ayah paula. Paula dan Claudia memperhatikan wajah sekretaris ayahnya yang gugup sekaligus bingung, karena saat itu orang yang bicara di telepon tidak pandai bahasa Indonesia. Lalu Claudia dan paula bertanya, kenapa mbak gugup ? ini ada telepon dari partner bisnis bapak di luar negri, saya ngak tahu bahasa inggris, jelas si sekretaris.
Lalu claudia menawarkan bantuannya, boleh saya bantu mbak ? tanya Claudia, oo dengan senang hati jawab sekretaris, memang sejak SMA kelas Dua, bahas inggris Claudia cukup fasih. Setelah selesai menerima telepon, Claudia menjelaskan isi pembicaraannya dengan partner bisnis ayahnya Paula, bahwa orang tersebut mengundang ayah paula untuk menandatangani kontrak kerja sebuah perusahaan multi nasional. Paula kagum melihat sesuatu yang baru saja ia saksikan. Diam-diam Paula menceriterakan kekagumannya terhadap Claudia pada ayahnya. Entah karna kebetulan atau memang ini jalan yang di tunjukan oleh Tuhan kepada Claudia, sehingga ayah paula mengangkat Claudia menjadi penterjemah di perusahaannya, dan setiap kali berurusan dengan partner bule nya ayah Paula pasti mengajak Claudia bahkan sampai kunjungan ke luar negeri.
Tahu akan persoalan yang di hadapi oleh Claudia, sebagai wujud rasa empatinya, ayah Paula bersedia melunasi semua hutang yang di tanggung oleh ayah Claudia, kemudian sambil membantu perusahaan ayah Paula, Claudia di suruh melanjutkan studynya ke perguruan tinggi oleh ayah paula.
Tak terasa setahun lamanya Claudia meninggalkan kampung halamannya, ayah dan ibunya, niat untuk melihat keadaan keluarganya ia ceriterakan sama ayah Paula. Ayah Paula bukannya menolak, bahkan ayah Paula bermaksud mengajak seluruh anggota keluarganya untuk mengunjungi ayah dan ibu Claudia.
Setiba di kampung halamannya, Claudia bingung, karena ayah dan ibunya tidak lagi tinggal di rumanya yang dulu, rumah tersebut sudah beralih tangan, di jual oleh pemberi hutang ayahnya.
Tetangga sebelah menghampiri Claudia dengan wajah sedih bercampur haru, menceriterakan penderitaan ayah dan ibinya selama ia tinggalkan, sekarang ayah dan ibunya tinggal di pondokan yang di buatkan oleh warga kampung.
Mereka semua bergegas, menemui ayah dan ibu Claudia, setelah bertemu, isak tangis bercampur haru biru tidak dapat terbendung. Melihat keadaan yang begitu memprihatinkan, ayah paula menuliskan Cek senilai hutang yang di tanggung oleh ayah Claudia, dan berjanji serta akan berusaha untuk mendapatkan rumah mereka kembali.
Nanar mata ayah Claudia, ingat akan perlakuannya terhadap anaknya, karena ulah dan ambisinya hampir saja anak semata wayang menjadi korban.
Penyesalan memang terkadang datang setelah semuanya terjadi, andaikan Claudia tidak ingat dengan Cindy saat meraih seutas tali untuk mengakhiri hidupnya, mungkin ini akan menjadi penyesalan seumur hidup bagi kedua orang tua Claudia.
Keadaan keluarga Claudia menjadi normal kembali, lima tahun kemudian Claudia meraih gelar sarjananya, jurusan ekonomi manajemen, dan di promosikan sebagai konsultan perusahaan, sambil bekerja Claudia melanjutkan strata dua, tamat dengan gelar MM, Claudia di promosikan menjadi field ofice manager, Cindy dan Paula ikut bergabung membesarkan perusahaan tersebut, mereka bertiga menamai persahabatannya “kelompok tiga malaikat”..
Hidup memang sebuah misteri, sejalan dengan waktu, terkadang kita tidak sadar bahwa masih ada kehendak yang lebih kuasa dari sekedar keinginan kita sendiri. Kadang pula kita tidak sadar, dalam keseharian hidup kita, kita selalu ingin sekali menguasai orang lain, mengatur hidup orang lain, bahkan mengorbankan hidup dan kebahagiaan orang lain. Sesungguhnya, jangankan menguasai hidup orang lain, untuk mengatur hidup orang lainpun kita tidak layak, bahkan orang tua sekalipun tidak berhak untuk mengatur hidup anaknya, yang di lakukan orang tua hanyalah memberikan bimbingan di saat anak-anaknya memerlukan bimbingan, memelihara dan membesarkannya karena anak adalah harta titipan Tuhan.

Nasihat kecil......

Jika ingin mengambil satu keputusan jangan disaat kita dalam keadaan panik, tenangkan diri terlebih dahulu, andai pikiran kita dalam keadaan buntu, carilah orang yang kita anggap paling dekat dan dapat di percaya untuk berbagi kalau perlu di mintai pendapatnya, kemudian jangan lupa berdoa serta lakukan permenungan, ikutilah kata hatimu maka di situlah jalan akan di temukan, dan yang terpenting dalam hidup adalah berusaha untuk selalu berpikiran positif, jangan terlalu cepat memvonis,segala sesuatunya haruslah di pertimbangkan dengan matang. Masalah tidak akan pernah selesai dengan cara menghindar, cara arif menyelesaikan masalah hadapi dan lakukan dengan hati panas namun kepala tetap dingin.
Tak ada masalah yang tanpa jalan keluar, semua pasti ada jalan keluarnya.

Read More..

Rabu, 30 April 2008

ADAT PAMABAKNG

Oleh. Paulus. FS

Adat pamabakng merupakan sebuah proses pembentengan diri secara pribady maupun komunitas dari hal-hal yang bersifat mengancam. Bagi orang Dayak, adat pamabakng sangat dihormati, sehingga seganas apapun pikiran, sekuat apapun niat untuk melakukan tindakan anarkhis, biasanya diurungkan apabila melihat pamabakng telah terpasang

adat pamabakng, dengan alat paraganya sebagai berikut :
- 1 buah tempayan jampa diletakkan di atas jarungkakng bambu kuning ditutup pahar dengan posisi telungkup.
- Kemudian ada palantar di taruh di atas talam lengkap dengan topokng ( tempat sirih ) dan beras beserta alat-alat palantar lainnya lengkap dengan ayam 1 ekor sedapatnya berwarna putih, tidak berwarna merah.
- 1 buah bendera berwarana putih yang dipasang di dekat tempayan jampa.
- Kemudian di dekat tempayan jampa harus ada papangokng ( penggung kecil dari kayu ) untuk meletakkan palantar.
- Disekitar pamabakng terhampar bide untuk tempat duduk dan bermusyawarah dengan bala yang akan datang.
- Tempayan jampa melambangkan tubuh korban jika terjadi pada kasus pembunuhan, dan sebagai tanda pengakuan adat bagi pelaku.
- Ayam putih dan bendera putih sebagai simbol perdamaian.
- Baras banyu sebagai simbol pengampunan sekaligus untuk menenangkan hati yang sedang dilanda emosi.
- Topokng tempat sirih dipergunakan untuk menyapa bala yang datang.
Pamabankng harus ditunggu oleh timanggong, dan jika temenggung tidak ada/berhalangan, pamabakng di tunggu oleh pasirah atau oleh tua-tua adat yang dianggap mengerti tentang adat. Selain mengerti tentang adat orang yang menunggu pemabakng haruslah orang yang bijaksana dan biasanya pula harus orang yang punya ilmu dalam mengatasi kasus seperti itu misalnya mantra dan jampi-jampi yang di sebut sangga bunuh, bungkam, kata gampang, pelembut hati seperti pangasih dan lain-lain masksudnya agar saran serta nasehat dsb, yang dapat dipakai oleh pihak bala yang sedang emosi.

Apa bila keadaan yang sangat gawat dan rawan, pamabakng dapat di pasang lebih dari satu yaitu dipersimpangan jalan masuk dan di ujung pante ( pelataran ). Maksudnya adalah apabila pamabakng yang satu tetap dilanggar, masih ada lagi pamabakng lain yang terakhir. Pamabakng yang terakhir ini merupakan pertahanan terakhir sehinga apabila pamabakng terakhir inipun di langgar maka tidak ada alternatif lain selain harus mengadakan perlawanan, dan perang kelompok ahli warispun tidak dapat terelakan. Perbuatan ini dapat menyebabkan ririkngnya adat raga nyawa, artinya adat raga nyawa tidak dibayar. Namun sepanjang sejarah perjalanan adat hal seperti ini tidak pernah terjadi. Pada saat bala tiba di tempat pamabakng, segera penunggu pamabakng menyapanya dengan topokng sekaligus di persilakan duduk. Ia mulai membentangkan arti dan makna pamabakng bahwa pihak pelaku mengaku bersalah dan bersedia menyelasaikannya secara hukum adat. Biasanya setelah mendengar penjelasan itu pihak bala melampiaskan emosinya dengan menikamkan senjatnya ketanah di sertai dengan tangisan karena hatinya kesal tidak mendapat perlawanan.
Maka yang paling penting dari adat pamabakng ini adalah :
1. Jika pamabakng tidak di pasang, dapat diartikan :
a. Bahwa pihak pelaku menentang pihak ahli waris korban untuk berkelahi atau perang antar kelompok ahli waris.
b. Pihak pelaku tidak mau sama sekali membayar adat.
c. Pengurus adat seolah-olah membiarkan dan malahan menghasut kedua belah pihak untuk saling menyerang.
2. Jika pamabakng sudah terpasang dapat di artikan :
a. Kasus tersebut sudah di tangan pengurus adat
b. Pihak pelaku sudah mengakui kesalahannya dan besedia membayar hukuman adat.
Adat pamabakng adalah adat bahoatn artinya hanya untuk dipajang bukan untuk di bayarkan. Setelah bala datang mereka harus di “bore baras banyu” dan selanjutnya dilakukan persembahan kepada Jubata. Pamabakng tetap terpasang selama adat belum diselesaikan dan paling lama selama 3 hari.


Keterangan :
 Bore baras banyu adalah : beras yang sudah di beri kunyit di oleskan di masing-masing kening orang-orang bersangkutan dan hadir saat itu.
 Palantar adalah: seluruh peraga adat (sesajen) yang di letakan di mana kita akan melakukan ritual
 Topokng adalah : sebuah tempat/wadah yang berisi rokok daun nipah dan tembakau serta ramuan untuk nyirih
 Jarungkakng adalah : kayu atau bambu yang di tancapkan di tanah dengan bentuk silang tiga
 Bahoatn artinya : mengasuh
 Ririkng sama dengan impas


Sumber : Bahaudin Kay (tokoh adat Sengah Temila, Pahauman, 2005)

Read More..

DILEMA TEAM SUKSES YANG DRAMATIS

Oleh. Paulus. FS

“Tak ada kawan sejati dan tiada musuh abadi”, slogan yang selalu digunakan oleh para politikus, tentang slogan ini mendekati suatu kebenaran atau tidak, inilah yang terjadi dan dilakukan oleh para user politik.
Ada benarnya slogan ini apabila kita berbicara pada “tataran atau ranah politik praktis” dalam kita menciftakan pemimpin-pemimpin, baik itu pemimpin pusat hingga pemimpin-pemimpin daerah, sebab dalam hal ini, pemimpin terpilih mempunyai argumentasi sendiri, yaitu mereka yang terpilih bukanlah pemimpin dari suatu golongan, kelompok tertentu, atau pemimpin bagi mereka yang meilihnya, tapi pemimpin bagi seluruh masyarakat yang berada diwilayah kepemimpinannya.
Idealisme politik yang tercermin dalam slogan “Tak ada kawan sejati dan tiada musuh abadi” sesungguhnya telah lama mati, yang masih tersisa adalah kepentingan, baik itu kepentingan, kelompok, golongan, dan kepentingan user politik itu sendiri, yang sangat erat kaitannya dengan cita-cita yang dibangunnya untuk tampil menjadi kontestan, dan cita-cita tersebutlah yang disampaikan kepada kelompok calon pendukungnya untuk dijadikan instrumen gerakan. Cita-cita yang disampaikan tersebut biasanya menjadi sewujud janji terutama dilingkungan team yang akan mensukseskan pemimpin tersebut, kemudian janji calon pemimpin menjadi segepok harapan dan menyemangati team dalam perjalanan perjuangannya hingga nyawapun kadang tidak diperhitungkan lagi.
Namun apa yang terjadi setelah jagonya terpilih menjadi pemimpin ?, dalam pidato perdana, yang mulai terungkapkan adalah “mari kita rapatkan barisan, yang sudah berlalu kita biarkan saja berlalu, kita memulai hidup yang baru untuk bersama-sama membangun negeri ini, apalah artinya saya, jika tidak didukung oleh semua pihak, saya berdiri disini bukan pemimpin kelompok atau golongan tapi pemimpin untuk semua” dengan demikian tepuk tangan meriah bahkan teriakan akan memenuhi ruangan jika pidatonya diruangan, memenuhi lapangan jika pidatonya dilapangan. Disisi satu para team dan pendukung akan merasa bangga, bahwa orang yang mereka perjuangkan bukan orang yang salah, namun disisi lain, ungkapan dalam pidato yang disampaikan tersebut jika didalamnya konsistensi untuk suasana yang baru, dan tidak untuk suasana yang telah lalu (janji dengan team) maka akan menjadi sebuah mimpi buruk terhadap segepok harapan dan cita-cita bagi team yang dirajut selama menjalani proses perjuangan.
Yang dirasakan dan paling menyakitkan bagi team, setelah perjuangan membuahkan hasil adalah, yang dekat dan mengelilingi jago yang terpilih justru mereka yang menjadi lawan, bahkan lebih dari sekedar lawan.
Jika hal semacam ini terjadi, pertanyaannya adalah, pernahkah sijago terpilih berpikir tentang perasaan team dan pendukung fanatiknya menyaksikan sandiwara kuno para politisi, yang berlagak amnesia, terhadap orang-orang yang pernah disapanya dengan ramah saat dibutuhkan, menutup mata dan rasa terhadap apa yang dilakukan oleh kelompok lawan politik terhadap dirinya dan team serta pendukungnya, kemudian mereka itu cenderung lebih menikmati ketimbang mereka yang berani menggadaikan nyawa.
Memang, memelihara lebih sulit dibandingkan dengan membangun atau menanam.
Kata memelihara, cenderung membuat banyak orang “PARANOID”, dan agar mudah terhindar dari kata memelihara, mau tak mau kiat yang paling cocok diterapkan ialah berlagak “AMNESIA”.
Penomena seperti ini seringkali terjadi, satu atau dua tahun menjadi pengagung seseorang yang didukungnya, empat dan lima bulan kemudian setelah perjuangan berhasil, justru yang terjadi kebalikannya, sehingga menciftakan bait baru, dan deretan angka-angka baru bagi yang yang terpilih dan menjadi lawan untuk mencapai keinginannya pada tahap dua nantinya.

Read More..

DILEMA HUKUM ADAT

Oleh. Paulus FS
Dewasa ini, hukum adat yang menjadi salah satu pranata sosial masyarakat adat kembali eksis, karena hukum adat, oleh sebagian besar masyarakat adat diyakini mampu memelihara tatanan kehidupan sosial masyarakat dalam komunitas masyarakat adat.

Dalam kiprahnya, hukum adat adalah sebagai lembaga dimana masyarakat adat mencari keadilan layaknya peradilan yang dimiliki oleh negara.
Negara jelas mengakui keberadaan masyarakat adat beserta pranata-pranata sosial yang berlaku pada tiap komunitas masyarakat adat, bahkan hukum negara menempatkan hukum adat sebagai mitra, dengan harapan bahwa segala bentuk pelanggaran yang mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban dilingkungan komunitas masyarakat adat dapat diselesaikan oleh, dan dengan cara-cara yang berlaku dimasyarakat adat itu sendiri.
Artinya, ruang bagi masyarakat adat dalam mengatur tatanan kehidupan kesehariannya sudah diberikan keleluasaan untuk menggunakan segala sistem demi kebaikan, keamanan, kenyamanan dalam masyarakat adat.
Namun, ada juga sebagian masyarakat merasa tidak puas apabila dihadapkan dengan hukum adat, sehingga memilih berurusan dengan hukum yang dimiliki oleh negara, ada juga proses yang dijalani terkait dengan pelanggaran-pelanggaran keamanan ketertiban dimasyarakat adat, bagai setrika dingin, dihadapkan dengan hukum adat, mintanya langsung saja ke Polisi, setelah ditangani oleh lembaga kepolisian, minta kembali diproses secara hukum adat, penomena yang seperti ini seringkali terjadi.
Ketika ditanya, kenapa harus kelembaga kepolisian, jawabannya sangat simple “tidak puas”, tidak puas dalam pengertiannya bermacam-macam, ada yang tidak puas karena keputusannya, ada yang tidak puas dengan fungsionarisnya dan lain sebagainya.
Bicara tentang hukum dan keadilan, sesungguhnya tidak diletakan pada tataran puas atau tidak puas, dianya diletakan pada tataran persesuaian timbal-balik atau hubungan sebab akibatnya.
Kemudian timbul pertanyaan pundamentalisnya ketika diletakan pada kata puas dan tidak puas, apakah pada putusan atau pada pelaksana putusan, kenapa dan ada apa ?

Dilalam hukum, baik dia hukum negara, maupun hukum adat, tentu mempunyai perangkat-perangkat hukumnya, dalam hukum negara, ada kitab undang-undangnya sebagai patokan untuk membuat keputusan sesuai dengan pelanggarannya, ada fungsionaris hukum, Hakim, Panitera, jaksa dll. Demikian pula dengan hukum adat dijaman modern seperti sekarang ini, ada buku Musdat sebagai patokannya, ada fungsionaris adat, Timanggong, Pasirah, Pangaraga bahkan ada kelembagaannya seperti Dewan Adat yang yang mirip-mirip dengan Mahkamah.
Memang yang menjadi kelemahan sekaligus keunikan hukum adat adalah, dalam penerapannya sistem peng-angka-an yang berbeda antara satu wilayah hukum dengan wilayah hukum lainnya, yang menggunakan semboyan “lain lubuk--lain ikannya, lain lalang--lain belalangnya”, hal ini kadang mengundang berbagai interpretatif dari kelompok yang “tidak tidak terbiasa”.
Dilematis memang, diberbagai diskusi, lokakarya, maupun seminar tokoh-tokoh adat (Dayak), berusaha agar peng-angka-an diseluruh wilayah hukum adat disamakan, namun selalu mentah ketika banyak orang kembali menguak sejarah dibuatnya hukum adat adat dimasing-masing wilyah hukum adat itu sendiri.
Sehingga, pemberlakuannya terbatas, hanya wilayah hukum masing-masing (Binua), ada juga memang beberapa binua menerapkan sistem peng-angka-an yang sama.
Bahayanya ketika tempat kejadian perkara adalah wilayah-wilayah yang sudah tidak lagi berpegang teguh pada hukum adat (perkotaan), bisa yang terjadi “semau gue” yang sangat dikuatirkan hukum adat tersebut kehilangan kepercayaan dan fungsi hakikinya sebagai hukum, aplagi yang melaksanakannya bukan orang yang semestinya.

FUNGSIONARIS HUKUM ADAT BISA KEHILANGAN ORIENTASI
Kelemahan yang didapati pada pengurus adat biasanya cenderung bisa menjadi lebih subjektif, hal seperti ini timbul karena dalam prosesnya seperti menerapkan “standar ganda”. Ketika menangani kasus yang dilakukan oleh warga wilayah hukum yang sama mereka bisa murni menjadi pemutus perkara, namun ketika kasus yang terjadi pada pelaku diwilayah hukum yang berbeda, ada semacam kecenderungan untuk menjadi pembela, akibatnya indevendensi fungsionaris hukum seperti dipertanyakan.
Penyebab timbulnya kelemahan-kelemahan ini antara lain :
• Tidak adanya tempat khusus persidangan, sehingga para fungsionaris hukum adat dijadikan seperti bola pingpong (bolak-balik ketempat pelaku dan korban)
• Fungsionaris hukum adat yang tidak berani tegas, yang ngatur justru entah pihak pelaku atau pihak korban, tergantung siapa yang keras
• Peng-angka-an yang tidak seragam
Kelemahan ketiga poin inilah yang selalu mempengaruhi keputusan, sehingga memunculkan kata “tidak puas” yang membuat banyak orang lebih memilih untuk diselesaikan perkaranya melalui proses diluar hukum adat.

Read More..

PICARA VERSI DAYAK KANAYATN

Oleh. Paulus FS
Kata “Picara” bagi orang Kanayatn sebuah kata yang sudah begitu familiar, kalau sudah menyebut kata picara, yang tertanam didalam benak orang sudah jelas orientasinya.
Menjadi picara merupakan tugas berat, tugas ini merupakan tugas sosial murni, tidak memperoleh upah, yang diterima oleh mereka yang menjadi picara hanya berupa tanda yang disebut dalam bahasa Kanayatn =suba’=
Pada jaman sekitar jamannya Siti Nurbaya sebutlah demikian, tugas picara sangatlah berat, tidak semua orang boleh menjadi picara. Yang bisa menjadi picara hanya mereka-mereka yang sudah memenuhi persyaratan adat, diantaranya :
1. Bisa Nyangahatn (bisa memimpin doa adat)
2. Sudah pesta Baulakng (pesta pengantin tahapan akhir)
3. Mampu berargumentasi masalah adat istiadat/mengerti adat istiadat
4. Pandai ngobet (bisa mempersiapkan peraga adat)
5. Tidak pernah menerima sangsi adat selama hidupnya
Tugas picara tidak sebatas menjadi perantara sebelum dan saat nikah saja, tugas sebagai picara berlangsung hingga hayat tiba, apabila keluarga yang dipicarakan dalam perjalanan hidupnya berkeluarga mengalami berbagai guncangan (konflik berulang-ulang antara suami isteri, yang membutuhkan campur tangan picara), tugas picara menjadi penasehat.
Dieranya Siti Nurbaya, yang berlaku juga dikomunitas masyarakat Dayak, pasangan pengantin bahkan tidak tahu siapa dan bagaimana bentuk orangnya yang akan menjadi isteri atau suaminya, kecenderungannya pengantin dijodohkan apakah atas keinginan orang tuanya atau orang tuanya mendengar dari orang lain bahwa ada seorang wanita/pria yang cocok menjadi pendamping hidup anaknya.
Pada jaman itu, tidak jarang picara terkena hukum adat, karena ketika sang pengantin bertemu dan bertatap muka, disitu dilihat oleh masing-masing keduanya, dan ketika tidak ada kecocokan, salah satu menghindar, yang mengakibatkan acara pengantin menjadi batal, yang dipersalahkan adalah picara
Dewasa ini, tugas awal picara sangat mudah dibandingkan dengan picara-picara jaman dulu, yang sekarang, picara hanya bertugas sebagai perantara, sedangkan batas waktu relatif sama hingga akhir hayat.
Orang yang di-picara-kan sekarang bahkan sudah saling mengenal jauh satu sama lain, picara tinggal melaluinya dengan proses-proses tahapan yang lazim.
Orang yang ditugaskan sebagai picara, tergantung pilihan keluarga yang membutuhkan jasa tersebut. Biasanya keluarga lebih melihat kecocokan seseorang, dengan melihat contoh dari keluarga orang-orang yang di-picara-kan terdahulu, sedangkan picara yang ditunjuk berhak menentukan kawan pendampingnya, berdasarkan kebiasaan, picara dua orang dari pihak laki-laki dan dua orang dari pihak perempuan.
Picara mempunyai kewajiban memberikan petuah, dan nasihat-nasihat perihal hidup berumah tangga saat acara pernukahan berlangsung, itu merupakan keharusan.
Picara adalah pengemban tugas mulia tanpa pamrih, sedangkan beban moral yang dipikulnya sangat berat.

Read More..

Selasa, 29 April 2008

SALAM PEMBUKA DAYAK BA’AHE/BANANA’

Oleh. Paulus FS

ADIL KA’ TALINO
BACURAMIN KA’ SARUGA
BASENGAT KA’ JUBATA

ADIL KA’ TALINO, dalam pengertiannya, bagi orang Dayak keadilan dan kesetaraan merupakan arti penting dalam menata hubungan social diantara sesama manusia (talino). Keadilan disini di pandang sebagai bagaimana mengatur distribusi yang yang seimbang antara hak yang di terima dengan kewajiban yang di berikan

BACURAMIN KA’ SARUGA, nilai yang terkandung di dalamnya, dimana segala sikap dan perilaku harus mencerminkan nilai-nilai surgawi, yang dilandasi oleh nilai kasih dan ketulusan serta keluhuran budi.

BASENGAT KA’ JUBATA
• “Pasrah” menyerahkan sepenuhnya kepada sang pencifta dari apa yang sesungguhnya menjadi hak pencifta terhadap manusia dan kehidupannya.
• Sebagai manusia yang fana kita di tandai dengan segala keterbatasan, menyerahkan diri sepenuhnya merupakan suatu wujud pengharapan dan rasa takut kepada maha pencifta alam semesta isinya.
• Jadi penyerahan diri di sini merupakan kesadaran penuh akan kekurangan dan kelemahan sebagai manusia yang fana yang tidak bisa berbuat melebihi kekuatan dan kemampuan Sang Penciftanya

Read More..

MITHOS TENTANG KUCING

Oleh : Paulus FS

Kucing merupakan salah satu binatang peliharaan yang paling disukai orang, selain dipelihara sebagai mainan yang suka dimanja, kucing juga bermanfaat sebagai penjaga rumah dari ancaman populasi tikus.
Namun selain disukai, ada juga yang membenci kucing, karena sering mendatangkan masalah, menyimpan makanan apalagi jenis daging atau ikan, kemudian ada juga yang alergi dengan bulu kucing, yang bisa mendatangkan ashma.
Dibeberapa daerah, termasuk Kalbar salah satunya, sangat mempercayai adanya mithos, bahwa jika berkendaraan dijalan, lalu menabrak kucing orang pasti dilanda kekuatiran, sehingga kalau orang menabrak kucing, biasanya bangkai kucing tersebut diperlakukan agak sedikit istimewa dari binatang lainnya.
Ada yang mengambil bangkai kucing untuk dikuburkan dengan layak, ada yang menutup bangkai kucing dengan pakaian yang sedang dipakai dan ada pula yang meletakan sejumlah uang diatas bangkai kucing tersebut.
Apa sesungguhnya yang menjadi keistimewaan binatang kucing di bandingkan dengan binatang lainnya, misteri apa yang terkandung didalamnya ? ceritera yang didapatkan seputar kucing bisa bermacam-macam.
Jaman dahulu kala, hidup seorang raja yang gagah perkasa, keperkasaannya tak satupun raja dinegeri tetangga dapat menandinginya. Negeri yang dipimpinya sangat luas dan memiliki kekayaan alam yang cukup melimpah, boleh dikatakan kehidupan rakyatnya makmur, meskipun raja tersebut agak kejam, namun tetap saja dicintai oleh rakyatnya.
Karena begitu kagum akan keperkasaan rajanya, banyak rakyat yang dengan rela menyerahkan anak gadis yang cantik-cantik untuk dipersunting oleh raja, kalaupun raja tidak bersedia untuk mempersuntingnya, bahkan mereka dengan rela minta raja menghamilinya, satu alasan yang kuat bagi rakyat yang mengagumi raja mereka ini, adalah ingin mendapat keturunan yang gagah perkasa dan cerdas.
Suatu hari, raja berjalan-jalan keliling negeri kekuasaannya, sekedar ingin melihat-lihat keadaan rakyat dan negerinya. Berhari-hari duduk dikereta kuda berhiaskan emas permata, sesekali raja melonggarkan otot-ototnya dengan berjalan kaki.
Sekian lama berjalan keliling negeri kekuasaannya, raja mengajak seluruh rombongan untuk kembali ke kerajaan, raja menginginkan jalan pulangnya melewati hutan rimba, rimba yang dilaluinya, rimba yang menyimpan segudang kenangan, dirimba itu raja pernah bertemu dengan seorang gadis yang paling cantik yang pernah dilihat seumur hidupnya, dirimba itu pula suksesnya mulai terukir, karena dirimba tersebut raja sebelumnya mangkat, karena setelah berhari-hari perang mempertahankan negerinya, saat itulah, sebelum menghembuskan nafas yang terakhir, raja yang lama menyerahkan tongkat kerajaan kepadanya.
Raja menginginkan untuk nginap ditengah rimba yang penuh kenangan itu, maka diperintahkanlah seluruh pasukan pengawal untuk mendirikan tenda.
Naas nasib sang raja, subuh sekitar pukul 03:00 waktu setempat, hujan deras mengguyur seluruh negeri, dalam derasnya hujan dan kencangnaya angin, membuat sebatang pohon besar dan tinggi tumbang, pertengahan batang tepat mengenai tenda, tempat dimana raja istirahat, ibarat untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.
Raja terimpa sebatang pohon besar, sehingga membuat seluruh rombongan dan pasukan kocar-kacir berusaha menyelamatkan sang rajanya.
Sekujur tubuh raja laksana emping pipihnya akibat di timpa oleh pohon tersebut.
Jenasah raja dibawa pulang ke kerajaan, seluruh negeri kekuasaan raja berduka hingga kepelosok.
Berdasarkan kebiasaan, raja yang mangkat, tujuh hari-tujuh malam baru di kremasi setelah dipersembahkan kepada seluruh rakyat yang datang dari berbagai pelosok, bahkan perwakilan-perwakilan kerajaan tetangga.
Raja negeri ini mempunyai ratusan selir, mempunyai ratusan tabib serta yang lainnya, seluruh selir bergantian menciumi raja untuk terakhir kalinya, demikian pula dengan tabib-tabib, mereka satu persatu menunjukan kebolehannya untuk bagaimana menghidupkan raja kembali, namun satupun tidak ada yang berhasil.
Suatu malam, tepat tiga malam raja disemayamkan ditempat yang memang diperuntukan menyemayamkan raja-raja yang mengkat sebelum dikremasi, seorang gadis miskin bermimpi didatangi oleh orang tua, berbadan manusia, berwajah mirip dengan binatang kucing. Dalam mimpinya gadis miskin tersebut merasa ketakutan sekali, namun orang tua tersebutpun mulai bicara, katanya
Mengapa kamu bersedih ?
Gadis itupun keheranan bercampur takut menjawab, sa. sa. saya sedih karena raja kami mangkat tiga hari yang lalu, sewaktu raja masih hidup, saya ingin sekali raja mempersunting saya untuk menjadi salah satu isterinya, tapi karena saya keturunan kaum bawah, saya urungkan seluruh niat saya.
Gadis manis.....kamu jangan sedih dan jangan berkecil hati, kamu bisa menjadi isteri rajamu itu. Kata orang tua tersebut.
Namun apa kata gadis miskin tersebut sambil tersentak, mana mungkin !!! raja kan sudah mati !!!!
Kata orang tua berwajah kucing tersebut, percayalah.......nak, dirumahmu ada tiga ekor binatang yang mirip dengan wajahku ini, salah satunya mempunyai bulu tiga warna, kau bunuh ambil empedunya, setelah itu kamu pergi ke Istana, minta ijin kepada penjaga istana, namun jangan katakan pada siapapun tentang apa nama barang yang kamu bawa, yang boleh kamu katakan, bahwa dengan barang tersebut, raja bisa hidup kembali.
Gadis miskin merasa sedih bercampur gembira, sedih karena kucing kesayangannya harus dikorbankan, sedangkan bahagianya, gadis miskin tersebut telah membayangkan raja hidup kembali dan mempersuntingnya menjadi isteri.
Setalah terjaga, gadis miskin melakukan apa yang didapatnya dari mimpi, tak seorangpun yang mengetahui apa yang sedang dilakukannya terhadap kucing kesayangannya.
Setelah semua siap, iapun pergi keistana, langsung menghadap dan masuk, jenasah raja dikelilingi oleh para selir, sedangkan permaisuri duduk diatas takhta kebesaran, ditemani oleh dayang-dayang.
Dengan mengucafkan ampun beribu maaf, gadis miskin mengutarakan maksud kedatangannya, semua orang yang hadir disitu berdiri, tak terkecuali para selir serta memerintahkan hulubalang untuk menyeret gadis miskin tersebut keluar Istana, karena dianggab orang gila.

Begitu para hulubalang beranjak dari tempatnya untuk mendekati gadis miskin tersebut, dengan lantang Permaisuri berkata, padahal sudah selama empat hari sejak raja tertimpa pohon, permaisuri tidak mau bicara. Katanya,....biarkan gadis itu melakukan apa yang bisa ia lakukan, bukankah para tabib juga melakukan hal yang sama terhadap jenasah baginda dan tidak berhasil, mengapa kalian semua tidak menganggabnya gila ?
Lalu kata permaisuri lagi, siapa kamu, dan apa yang kamu bawa sehingga kamu berani mengatakan baginda bisa hidup kembali.
Jawab gadis miskin sambil memohon ampun, tuan putri,.....saya hanyalah seorang gadis miskin, yang saya bawa untuk menghidupkan kembali Baginda Raja, hanyalah sebuah keyakinan.
Kata permaisuri, baiklah kalau begitu, namun sebelumnya, jika Baginda benar-benar bisa kamu hidupkan, katakan apa yang kamu inginkan ?
Jawab gadis miskin, yang mulia putri, mohon ampun beribu ampun, apabila permintaan hamba terasa tidak pantas dan terlalu berlebihan bagi tuan putri.
Kata permaisuri lagi, katakanlah,..... apapun yang kamu minta semua akan menjadi pantas apabila engkau benar-benar bisa menghidupkan kembali Baginda Raja.
Gadis miskin mengatakan dengan sangat hati-hati sambil menundukan wajahnya, saya ingin raja mempersunting saya apabila raja hidup kembali.
Tuan putri tersenyum dan menganggukan kepalanya pertanda setuju dengan permintaan gadis miskin, karena bagi permaisuri, yang terpenting adalah raja hidup kembali.

Lalu,.... gadis miskin mendekati jenasah Baginda Raja yang diletakan pada takhtanya para orang kerajaan yang mati, kemudian gadis kecil meminta beberapa orang hulu balang untuk membantunya, mengangkat jenasah dibuat dalam posisi seperti duduk, kemudian gadis miskin meminta satu sloki air putih, dipecahkan empedu kucing yang dibawanya, dicampurkan dengan air yang dimintanya tadi, lalu dituangkan kedalam mulut Baginda Raja.
Setelah selesai, jenasah dibawa ketempat tidur, dibaringkan dan diselimuti dari ujung kaki sampai kepala, lalu kata gadis miskin itu,.... baginda putri, sekarang kita semua keluar dari kamar....biarkan raja berbaring dalam beberapa jam.
Semenjak gadis miskin dan permaisuri keluar dari kamar, keadaan menjadi hening, tak satupun yang berani angkat bicara, karena ingin melihat apa sesungguhnya yang akan terjadi, benarkah yang dikatakan gadis miskin tersebut bahwa raja mereka bisa hidup kembali ?
Selama kurang lebih delapan jam lamanya, istana kerajaan diselimuti keheningan, tiba-tiba, permaisuri beranjak dan berlari menuju kamar dimana Baginda Raja dibaringkan, karena tuan putri mendengar seperti ada yang merintih kesakitan. Betapa terkejutnya sang putri, antara percaya dan tidak, mendapati selimut yang menutupi jenasah Baginda Raja sudak tersibak, menangis histeris sambil meneriakan, Raja hidup kembali......Raja hidup kembali....... Raja hidup kembali
Seketika kerajaan seperti mau pecah oleh suara tangis dan haru biru keluarga kerajaan serta rakyat yang bersedia bertahan selama berhari-hari .
Gadis miskin beranjak dari tempat duduknya, mengambil segelas air dan mencampurkan kembali sisa empedu yang ada dan diminumkan kepada raja.
Saat itu pula, permaisuri memerintahkan kepada dayang-dayang untuk melayani gadis miskin tersebut layaknya melayani permaisuri, dimandikan, dihidangkan makanan dan minuman yang biasa dimakan dan diminum oleh keluarga kerajaan.
Dua bulan setelah kejadian yang mengharukan sekaligus mengherankan tersebut, kondisi Baginda Raja sudah benar-benar pulih, permaisuri yang yang telah menyetujui permintaan gadis miskin, menceriterakan perihal tersebut kepada Baginda Raja. Baginda Raja seakan tidak percaya dengan apa yang diceriterakan oleh permaisuri kepadanya, serta merta memerintahkan dayang-dayang untuk menghadapkan gadis miskin kepadanya. Karena selama berada dilingkungan kerajaan, gadis miskin dirawat dengan baik oleh dayang-dayang, nampaklah kecantikannya luar biasa melebihi kecantikan seluruh wanita yang ada dilingkungan istana, termasuk mengalahkan kecantikan permaisuri.
Raja terkesima, sampai-sampai tak berucap sepatah katapun menyaksikan kecantikan gadis miskin yang luar biasa, membuatnya teringat kembali akan apa yang pernah dilihatnya saat menerima tongkat kerajaan, dirimba dimana ia tertimpa sebatang pohon. Rupanya gadis miskin adalah anak seorang gadis yang dulu pernah dilihat oleh raja sebelum menjadi raja, dihutan itu mencari kayu bakar untuk dijual.
Seminggu kemudian raja membuat pengumuman bahwa ia akan mempersunting gadis miskin untuk menjadi isteri, tentunya lebih istimewa dari para selir yang begitu banyak bertaburan diistana.
Kebaikan hati permaisuri, supaya Baginda Raja memberi perhatian lebih kepada gadis miskin yang telah dipersunting menjadi isteri raja.
Tiga bulan hidup bersama raja, yang dirasakan hanyalah kebahagiaan yang tak pernah dirasakan sebelumnya oleh si gadis miskin. Tiba-tiba dalam tidur lelapnya gadis miskin kembali didatangi oleh orang tua yang dulu memberinya tahu obat untuk menyembukan raja, dalam mimpinya kali ini, orang tua tersebut tidak lagi menampakan keseraman meski wajahnya tetap seperti wajah kucing.
Sambil tersenyum orang tua tersebut berpesan kepada gadis miskin, anaku...... apa yang telah kamu peroleh,.... ceriterakanlah pada raja suamimu, dan mulai sekarang jika ada saudaramu, yang jatuh dari pohon atau apa saja, itulah obatnya “empedu kucing atau jika kamu mudah mendapatkan empedu beruang, itu lebih baik.

Keesokan harinya, gadis miskin menceriterakan apa sesungguhnya obat yang ia gunakan untuk membuat raja hidup kembali, namun sekali lagi gadis miskin yang sudah menjadi tuan putri berpesan, agar raja tidak menceriterakannya pada orang lain.
Maka, setelah mendengar ceritera isterinya si gadis miskin, raja memberikan pengumuman kepada seluruh rakyatnya, padahal sebelumnya raja sangat membenci yang namanya binatang kucing, karena pernah suatu hari kucing memakan burung perkutut kesayangannya, pengumumannya antara lain :
1. Mulai hari ini tidak ada yang boleh membunuh kucing, apabila ada sial hukumnya
2. Mulai hari ini apabila ada yang menghilangkan nyawa kucing baik di sengaja ataupun tidak, harap membayarnya, mengorbankan pakaian yang sedang digunakannya, atau melakukan penguburan terhadap mayat kucing secara layak
3. Kucing yang berbulu warna tiga, harus diserahkan pada raja, karena permaisuri menginginkannya.

Mulai saat itu pula, si gadis miskin yang telah menjadi isteri raja hidup dengan sangat bahagia, apapun yang diinginkannya, raja tidak pernah menolak.
Dengan kehadiran gadis miskin di lingkungan istana, persaingan antar selir tidak ada lagi, permaisuri yang pertama memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada gadis miskin untuk mendampingi raja dan mengurus bagian para selir.
Selain menjadi permaisuri dilingkungan kerajaan, gadis miskin menjadi tabib yang terkenal, siapapun yang sakit selalu didatangi, empedu kucing menjadi kepala seluruh ramuan obat yang digunakan, terlebih orang baru jatuh dari pohon atau orang yang kena pangkong, memar tanpa mengeluarkan darah, dan lain sebagainya.

Jumlah jiwa kucing yang dipeliharanya melebihi jumlah manusia yang hidup diistana.
Kucing bulu tiga menjadi pelihraan sang putri gadis miskin sedangkan kucing yang bulunya bukan golongan bulu tiga dipelihara untuk diambil empedunya untuk dijadikan kepala obat.
Hingga akhir hayatnya, raja dan sang putri gadis miskin tidak menyingkap rahasia tentang kucing, kenapa tidak boleh dibunuh disengaja ataupun tidak disengaja.
Pada akhirnya hingga sekarang, ketika melihat kucing dijalan orang tetap berhati-hati, jangan sampai menabrak kucing.

Read More..

Rabu, 23 April 2008

NAIK DANGO

Oleh. Paulus FS

PANDANGAN DAN MAKNA HAKIKI NAIK DANGO
Naik Dango adalah pesta puncak bagi masyarakat Dayak dalam mengungkapkan rasa syukur atas hasil panen, yang dilakukan secara rutin setiap tahunnya, ditiap sub suku Dayak semua melakukannya, hanya sebutannya kadang ada yang berbeda, seperti sub Badamea =Ngabayatn, Badameo = Ngabayotn dll. Terserah apa saja sebutannya yang terpenting disini adalah makna yang terkandung dalam acara yang dilaksanakan dengan Naik Dango itu sendiri sama adanya.

Naik Dango dikembalikan pada hakekatnya, adalah ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencifta atas nikmat yang diterima. Sama halnya dengan berbagai hari raya keagamaan, yang merupakan kewajiban bagi umatnya untuk merayakannya, dengan atau tidak dengan sebuah pesta yang meriah.

Naik Dango, selain dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur kepada Jubata, juga menjadi sarana silaturahmi inter-antar keluarga dan kerabat serta siapa saja yang mau datang pada acara tersebut tanpa dibatasi oleh sesuatu hal yang bersifat formal.
Dengan melakukan acara pesta dan makan-makan dalam dalam Naik Dango ini, orang yang memiliki cara pandang ekonomisme selalu berpendapat lain, bahkan dikalangan Dayak sendiripun kadang-kadang ada yang tidak setuju dengan acara yang demikian, bahkan ada ungkapan yang lebih ekstrim lagi mengatakan “bagaimana orang Dayak bisa kaya, karena hasil yang didapat habis untuk pesta dan hura-hura”. Jika kita menariknya hanya dari sisi ekonomis semata, ada benarnya ungkapan yang demikian, tanpa di tarik dari sisi pemahaman lain.
Jika kita masih percaya pada Jubata/Tuhan yang merupakan sumber nikmat yang kita terima, maka kita juga harus mampu memahami makna rejeki sebagai nikmat yang dititipkan oleh Sang Pencifta kepada kita untuk kelola dan dimanfaatkan sebaik mungkin.
Kita yang dititipi rejeki tersebut sesungguhnya yang dipercaya olehNya, bukan sebagai pemilik tunggal dari apa yang didapatkan (rejeki), baca “Lukas, 21:48. Setiap orang yang banyak diberi, daripadanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, kepadanya akan lebih banyak dituntut”.
Tuntutan yang dimaksudkan disini adalah pengabdian diri, pengabdian yang dimaksudkan olehNya, tidak sekedar bisa bersyukur lewat doa, atau persembahan kecil dalam bentuk sesajen, namun lebih daripada itu yang diinginkan olehNya.
Berbagi rasa terhadap sesama, termasuk didalamnya mendistribusikan rejeki yang diterima dariNya yang disebut dengan “berbudi” terhadap sesama.
Demikianlah salah satu pemaknaan pesta adat Naik Dango yang dilakukan dikalangan masyarakat Dayak pada umumnya. Memang kalau kita tanya satu persatu dari orang Dayak, tentang pesta Naik Dango yang mereka laksanakan setiap akhir tahun panen, mereka akan mengatakan “Naik Dango adalah ungkapan rasa syukur atas hasil panen”dan hanya itu, kita tidak bisa berpikir naif untuk memaknai syukur yang mereka ucapkan dalam pandangan sempit, namun syukur yang dimaksudkan mengandung unsur yang sangat luas dan dalam.
Pesta Naik Dango menjadi sebuah ekspresi ungkapan “rasa”, yang diekspresikan dalam bentuk pesta dengan menyatakan rasa syukur, rasa bahagia dan lain sebagainya.
Pesan orang tua yang bijak terhadap anaknya demikian “jika kamu mendapatkan sesuatu apapun bentuknya, jangan lupa mengucap syukur, sebab segala sesuatu yang kamu cari dan akhirnya kamu dapatkan, ada pemiliknya”
Bagi orang Dayak, mensyukuri menjadi bagian yang utama, itu sebabnya Naik Dango bukanlah sekedar pesta untuk kesenangan dan hura-hura semata.

Read More..

Rabu, 16 April 2008

PENDIDIKAN

Oleh. Paulus. FS

Pendidikan merupakan salah satu sarana bagi manusia untuk mencapai ilmu pengetahuan dalam kaitannya meningkatkan sumberdaya manusia. Memang pendidikan formal bukanlah satu-satunya yang dapat membentuk manusia menjadi manusia seutuhnya, banyak hal lain yang dapat dilakukan diluar pendidikan formal, salah satu contoh dalam pembentukan kecakapan hidup (life skill) lewat kursus dan lain sebagainya.
Namun dominasi pendidikan formal dalam ranah pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia tidak dapat diabaikan, pendidikan formal selain sebagai salah satu sarana untuk mencapai ilmu pengetahuan, juga sebagai salah satu sarana untuk memperoleh syarat pengakuan (legal formal). Dalam dunia kompetitif seperti sekarang ini kita tidak cukup sekedar mengandalkan kecakapan hidup yang kita miliki, biasanya syarat legal formal seperti ijasah menjadi urutan pertama persyaratan yang diajukan saat melamar pekerjaan diinstansi pemerintah, swasta atau akan melanjutkan pendidikan formal ditingkat yang lebih tinggi.
Setiap orang tua biasanya bercita-cita ingin anaknya memperoleh pengetahuan dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi serta mendapatkan pekerjaan yang layak nantinya.
Pemerintah membutuhkan tenaga-tenaga profesional yang mempunyai kapasitas dan sumber daya yang memadai serta siap pakai, untuk membangun Negara dan Bangsa ini.
Masyarakt tentu memerlukan pemimpin-pemimpin yang punya kemampuan, terdidik dan terampil dalam mengayomi masyarakat dimana ia dibutuhkan sebagai pemimpin.

POSISI TANGGUNG JAWAB
1. Pemerintah
Posisi pemerintah dalam kaitannya membentuk sumberdaya manusia rakyatnya adalah sebagai fasilitator dan sebagai pembuat sistematika sesuai dengan kebutuhan perkembangan. Maka tugas dari pemerintah adalah menyiapkan sarana dan prasarana penunjang pendidikan itu sendiri baik fisik maupun nonfisik serta tenaga fungsionalnya (tenaga pendidik)

2. Orang Tua
Persepsi yang salah dari para orang tua siswa yang menyerahkan sepenuhnya keberhasilan pendidikan anaknya pada pihak sekolah mencapai 70% (diluar Kota).
Sehingga ketika anak gagal dalam prestasi (tidak naik/tidak lulus), kecenderungan menyalahkan pihak sekolah menjadi sangat tinggi.
Sesungguhnya peran orang tua dalam keberhasilan pendidikan anak pada hakikatnya sangatlah dominan. Tugas orang tua dalam pencapaian keberhasilan anak antara lain :
• Motivator anak
• Evaluator anak
• Fungsi pengawasan dirumah
• Pembiayaan

3. Sekolah
Pada sistem pendidikan yang silam, fungsi sekolah adalah mendidik dan mengajar, keberhasilan anak tergantung pada kualitas sekolah dan tenaga pengajar serta disiplin yang diterapkan dimana anak tersebut disekolahkan, keadaan sekolah seperti ini dianggab tidak lagi relevan bahkan dicap dengan sebutan pendidikan ala Belanda dan lain sebagainya, namun kalau kita mau jujur, justru sistem yang diterapkan seperti ini banyak yang berhasil.
Maka dengan perubahan sistem belajar mengajar dewasa ini, murid tidak lagi menjadi objek yang diajar, tapi lebih menjadi subjek yang merdeka. Tugas guru hanya memberikan bimbingan dan arahan.

4. Siswa
Disisi satu siswa ditempatkan menjadi subjek yang merdeka (disekolah)namun disisi lain juga ditempatkan sebagai objek (dikalangan orang tuanya),yang terbebani dengan harapan dan cita-cita orang tua terhadap anaknya.
Disisi lain lagi, siswa itu sendiri harus sadar bahwa dirinya menjadi sebagai user (pengguna) apa yang memang ia miliki dalam dirinya untuk keberhasilannya.
Pada hakikatnya seorang anak merupakan seorang individu yang merdeka dari yang lainnya, ia harus mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, jalan hidupnya sendiri, menata hidupnya sendiri dan lain-lain, yang sesungguhnya tidak memerlukan intervensi dari luar dirinya, toh apapun yang terjadi pada dirinya nantinya dia juga yang akan merasakannya. Namun kadang kita sebagai orang tua yang merasa melahirkannya, membesarkannya menganggab dan mengkooftasi anak sebagai bagian yang harus selalu disetir, ketika anak sedikit saja melawan dengan keputusan orang tuanya, dan keputusan tersebut mengangkangi hak individualnya, maka anak tersebut dikatakan anak yang tidak berbhakti.
Jadi, tugas anak dalam hal ini harus berani mengambil keputusan untuk dirinya, arah dan tujuan langkah hidupnya, sedangkan orang tua mendukung, mengawasi dan menyemangati untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang diambil dengan keputusan yang dibuatnya.

5. Masyarakat
Dalam dunia pendidikan, sesungguhnya juga peran masyarakat sangat dibutuhkan, dianya berada pada posisi fungsi pengawasan dilingkungan sosial dimana anak tersebut berada, baik dilingkungan sosial dimana sekolah tersebut berada ataupun dilingkungan sosial dimana anak tinggal. Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan jiwa anak secara moral, tingkah laku, dan ruang pergaulannya.
Namun biasanya ada sebagian masyarakat yang apatis, karena mungkin yang menjadi tanggung jawabnya hanya anaknya sendiri, selain itu ada persoalan lain, anak yang bersangkutan atau orang tua anak merasa risih jika anaknya titegur oleh orang lain.

Jika beberapa komponen yang semestinya bertanggung jawab terhadap dunia pendidikan berperan secara sinergis, maka jaminan akan masa depan anak bangsa bisa tercapai dengan baik.
Dan perlu diingat, bahwa keberhasilan pendidikan anak bangsa merupakan tanggung jawab bersama, dan untuk kepentingan serta kemajuan bangsa, diluar kepentingan masing-masing pribadi.
Karena bangsa bisa maju, apa bila bangsa tersebut memiliki sumberdaya manusia yang memadai dan handal.

Read More..

Senin, 14 April 2008

PENGELOLAAN TANAMAN AREN TRADISIONAL


Oleh. Paulus FS
GAMBARAN SINGKAT MENGENAI TANAMAN AREN
Aren merupakan jenis tumbuhan family palma
Aren tumbuh didaerah pegunungan dan dilembah-lembah pegunungan
Aren bisa tumbuh berdampingan dengan tumbuhan apa saja (bukan monocultur)
Aren yang dikelola oleh masyarakat selama ini, dalam pengertiannya adalah tanaman liar (bukan hasil budidaya)
Dibeberapa wilayah di kalimantan barat, tanaman aren masih menjadi perhatian, dan sebagai pekerjaan sampingan, hanya jumlah petaninya semakin hari semakin berkurang. Salah satu penyebab semakin berkurangnya petani aren karena semakin berkurangnya pula tanaman tersebut bahkan terancam punah. Banyak hal menyebabkan kepunahannya, antara lain, eksvansi berbagai jenis perkebunan, kurangnya perhatian dari berbagai pihak, yang berimplikasi pada harga yang diperoleh petani tidak sesuai (murah), paradigma euforia masyarakat yang cenderung pada sesuatu yang baru.
Sesungguhnya tanaman aren itu sendiri mempunyai banyak fungsi, mulai dari batang yang sudah tidak produktif, daun, ijuk, biji muda, serta air niranya sendiri yang diproses menjadi gula, cuka, dan minuman langsung.
Gula aren sangat ramah sekali dengan kesehatan, artinya orang yang memiliki masalah gula darah, tidak kuatir untuk mengkonsumsinya, dan biasa pula digunakan oleh orang untuk campuran ramuan obat tradisional. Kalau tidak mendapat perhatian serius dari berbagai pihak,.... suatu saat tanaman aren ini akan punah, dan anak cucu kita hanya tinggal tahu nama tapi tidak pernah tahu yang mana sebenarnya tanaman aren tersebut.

Read More..

Minggu, 13 April 2008

BANJIR MENJALIN-LANDAK-KALBAR NOV, 2007



Oleh. Paulus FS
Masih tetap bisa tersenyum meski harus menderita karena ulah tak bertanggung jawab dari mereka yang memberangus habis hutan dan kekayaan sumber alam lainnya.
Sesungguhnya Tuhan mewariskan alam ini beserta isinya, bukan hanya untuk satu atau dua generasi, generasi mendatang juga mempunyai hak yang sama, untuk mewarisi alam yang utuh serta keseimbangannya.
Andaikan dari mereka yang telah melakukan penghancuran selama ini masih memiliki nurani, mereka tidak akan mewariskan kepada anak cucunya, segala kehancuran, penderitaan, dan banjir air mata.
SADARLAH HAI MANUSIA SERAKAH !!!!!!

Read More..

Sabtu, 12 April 2008

HAPPINESS OR NIGHTMARE ?


Melihat usaha pemerintah dengan membuka beberapa daerah terisolir seperti wilayah perbatasan antara kabupaten Sambas dengan Biawak (Malaysia), kita wajib mengucap syukur dan acungkan jempol.
Namun untuk lebih mendapat tidak sekedar dari acungan jempol, pemerintah mesti menyiapkan beberapa program bagi masyarakat yang tinggal disekitar wilayah perbatasan tersebut, antara lain : pemberdayaan ekonomi mikro, peningkatan sumber daya manusia, pembinaan kesehatan masyarakat, pembinaan social dan lain sebagainya.
Jika tidak dilakukan secara sinergis, maka yang akan terjadi ketidak berdayaan adalah masyarakat dalam menghadapi era globalisasi yang mengacu pada pasar bebas.
Kemudian… dengan terbukanya akses tersebut, sekarang mulai berbondong-bondong para cukong baik yang berskala nasional maupun yang berskala internasional, sementara Indonesia dinyatakan sebagai paru-paru dunia, tak terkecuali Kalbar, dan hutan devosit kalbar yang terbesar tinggal diwilayah perbatasan, jika itu dihancurkan oleh barbagai usaha perkebunan…… berarti mimpi buruk akan segera datang

Read More..

SUKU MERUPAKAN SEBUAH IDENTITAS YANG STATIS

“Orang Dayak boleh saja mati, namun Dayak harus tetap hidup” (CT Ulon.13/02/08) kutipan kata ini membuat kita sebagai orang dayak harus berusaha dan berpikir keras untuk bagaimana mewujudkan agar Dayak itu harus tetap selalu hidup.
Suku adalah identitas yang melekat pada setiap orang yang tidak dapat dirampas oleh apapun, mungkin nama, agama, bahasa bisa saja mengaburkan pandangan terhadap seseorang untuk mengenalinya, namun sesungguhnya identitas yang dimilikinya (suku) tetap melekat meski ia sendiri tidak mengakuinya.
Eksistensi kesukuan bisa ditandai dengan masih adanya orang menggunakan bahasa asli, perilaku hidup berbudaya (adat-istiadat), situs-situs moyang yang masih dihormati dan lain sebagainya.

Untuk membuat Dayak sebagai identitas agar tetap eksis tidak bisa hanya dituntut dan dijaga oleh satu atau dua generasi saja, dianya harus terus menerus dijaga kelestariannya dari generasi ke generasi selanjutnya. Dengan demikian, Dayak sebagai identitas akan tetap selalu hidup sepanjang dunia ini masih ada.
Generasi muda, dari generasi ke generasi lainnya menjadi penanggung jawab dalam melestarikan identitas tersebut, sedangkan tugas dari generasi tua adalah menelorkan pengetahuan-pengetahuan serta kearifan yang mereka miliki. Kita menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh generasi tua Dayak sebagian besar masih dalam bentuk lisan, pengetahuan seperti ini membutuhkan daya ingat yang sangat tajam, jika tidak, pengetahuan yang dimiliki akan kabur dan mudah terdegradasi.

Ada secercah harapan dari generasi yang sekarang untuk membuat Dayak sebagai identitas akan terus bertahan dan eksis, ini ditunjukan lewat pengakuan orang Dayak terhadap sukunya, penggunaan nama-nama, penggunaan bahasa, organisasi-organisasi dan lain sebagainya yang dapat dijadikan sebagai modal dasar pelestarian Dayak dari berbagai aspek. Tinggal sekarang bagaimana memotivasi generasi muda serta melibatkan mereka secara aktif dalam diskusi-diskusi serta menggali pengetahuan-pengetahuan dari generasi tua yang masih tersisa, kemudian diabadikan dalam bentuk dokumen agar generasi selanjutnya tidak lagi mengalami berbagai kesulitan dalam hal ini.
Selain eksis dalam mempertahankan identitas agar tetap lestari, merupakan kewajiban bagi generasi muda untuk memulai menggali dan terus menggali harta pusaka nenek moyang dan mendokumentasikan yang selama ini mulai kabur dan kalau tidak diupayakan kearah sana hal tersebut bisa hilang dari paradaban, pendokumentasian bisa dimulai dari :
1. Menggali kosa kata klasik (pembuatan kamus bahasa Dayak)
2. Menggali istilah-istilah dalam bahasa Dayak
3. Menggali pepatah-pepatah
4. Menggali ceritera-ceritera sejarah & mithos
5. Menghidupkan kembali serta melestarikan situs-situs yang dikeramatkan
6. Melestarikan seni dan budaya dll
Semua ini dilakukan adalah bagian dari upaya bagaimana menyelamatkan Dayak sebagai identitas secara utuh, dan harus ada upaya dari generasi muda untuk meluruskan pandangan pihak luar akan perilaku sosial yang salah selama ini, serta memilah mana yang benar-benar perilaku budaya etnisitas, mana yang bukan. Upaya ini dimaksudkan agar orang diluar Dayak, minimal memahami Dayak sebagai Dayak yang sesungguhnya.
Keutamaan dari upaya pelestarian ini dibutuhkan kemauan dari berbagai pihak yang selama ini masih merasa dirinya sebagai orang Dayak (masih mau peduli). Dari mereka ini dimulai menjadi entry point melakukan motivasi pada yang lainnya, dan mengintensifkan diskusi-diskusi terserah mau memulainya dari mana, yang terpenting kemauan dulu untuk terlibat aktif.......................

Read More..

JADILAH UNTUK YANG SELALU DIKENANG, BUKAN UNTUK DIPUJI

Oleh. Paulus FS

Sebagian besar hidup manusia senang akan pujian, tampil beda demi sebuah pujian, berbuat sesuatu demi sebuah pujian, segalanya demi sebuah pujian.
Adakah tangan kiri memberi tanpa diketahui oleh tangan kanan ?
Mengapa selalu senang dipuji ? Manakala pujian datang dari mulut seorang musuhmu, maka saat itulah pujian menjadi bencana bagimu

Read More..