Rabu, 14 Mei 2008

Dipersimpangan jalan

Oleh. Paulus FS
Senja memerah, bergayut diselimuti awan tipis, bagai lukisan di atas kanfas halus oleh tangan-tangan lembut sang seniman berbakat.
Claudia menyibak rambutnya yang terurai di terpa oleh hembusan angin pantai.
Claudia enggan beranjak dari tempat duduknya, tatapannya hampa, sesekali ia mendesah resah tanpa berucap sepatah kata.
Kerasnya gelombang tak sebanding dengan gejolak kegundahan hatinya, keriangan sirna seketika, di gantikan dengan kekalutan jiwa dan kelukaan yang kian perih.
Tujuh belas tahun, usia yang begitu belia, Claudia di hadapkan pada situasi yang begitu sulit, ia harus membuat keputusan, yach keputusan yang menurutnya sangat berat sekali.
Disisi satu Claudia ingin menjadi anak yang berbakti pada kedua orang tuanya, di sisi yang lain Claudia mau mengukir masa depannya dengan melanjutkan study di perguruan tinggi, cita-cita yang di rajutnya selama SMA akan di korbankan jika ia memilih keinginan kedua orang tuanya.
Ayah Claudia seorang pengusaha kayu olahan, selama kurang lebih 10 tahun beliau menggeluti usaha kecil (meubel). Keinginan untuk cepat sukses memang menjadi keinginan semua orang, tidak terkecuali ayahnya claudia. Mendapat tawaran dari seorang pengusaha sukses untuk menjadi partner bisnisnya, di tangkap sebagai peluang emas oleh ayah Claudia. Modal dengan jumlah milyaran rupiah dalam sekejap berada di tangan beliau, tiga bulan perusahaan berjalan, margin keuntungan yang di capai membuat ambisi ayah Claudia tinggi. Kembali beliau melakukan penanda tanganan peminjaman uang untuk membuat usaha semakin besar.
Genap satu tahun ayah Claudia menjalankan perusahaannya, margin keuntungan yang di bayangkan malah resiko besar yang menjadi kenyataan.
Ayah Claudia harus merelakan jutaan kubik kayu siap olah, berpindah ke tangan team gabungan penertiban kayu-kayu ilegal.
Dulunya tumpukan kayu-kayu tersebut tidak pernah sepi oleh para buruh pada siang hari dan para penjaga di malam hari, namun sekarang keadaan di sekitar berubah, areal tersebut di tunggu oleh pita kuning setia yang bertuliskan police line.
Apa mau di kata, ibarat pepatah “nasi sudah menjadi bubur”, maksud mencari untung malah buntung.
Situa bangka pemberi modal tak peduli setan apa mau buat, hutang tetaplah hutang, ketika tak mampu bayar, kata yang paling tepat di pilih adalah “sita”.
Segala aset yang dimiliki ayah Claudia di serahkan habis juga tak akan cukup menutupi jumlah hutang yang ada beserta riba yang telah di sepakati. Kebaikan hati ataukah kelicikan yang di tawarkan oleh si tua bangka, dengan pertimbangan mau tak mau. Hutang tak perlu di bayar asalkan Claudia anak semata wayang harus di serahkan sebagai gantinya.
Semenjak persoalan ini timbul, saat itulah Claudia selalu menghabiskan hari-harinya tanpa arah dan tujuan, jalan-jalan bukannya mencari kesenangan melainkan kebingungan.
Segala upaya di tempuh, agar kedua orang tuanya membatalkan niat untuk menikahkannya dengan si tua bangka tempat ayahnya menghutang, namun bagi orang tua Claudia itulah jalan yang terbaik agar terbebas dari jeratan hutang yang tak mungkin mampu ia lunasi.
Tak ada lagi tempat mengadu bagi Claudia, kepada kedua orang tua, itulah keputusannya, saudara tidak punya, pacar.....tentu cara yang di berikan tidak pernah objektif malah membuat Claudia semakin galau (ngajak nikah dengannya). Claudia menghindari pernikahan pilihan orang tuanya bukan karena tua bangka, namun karena claudia sendiri merasa belum siap untuk berumah tangga.
Di dalam kegamangannya Claudia tidak lagi dapat berpikir jernih, hidupnya bagaikan berjalan di tengah samudera yang penuh dengan gelombang dan badai. Hari penghakiman bagi dirinya seakan telah tiba, seutas tali diraihnya, mungkin ini jalan yang terbaik baginya saat itu. Namun belum sempat maut menjemput, Claudia di hantui bayangan, serta hiruk pikuk, senda gurau saat bersama teman-teman sekolahnya. Tersirat di benaknya bayangan seorang teman di mana mereka selalu saling berbagi keluh dan kesah. Teman karib yang hadir dalam bayangan Claudia tak lain adalah Cindy, teman sebangku waktu SMA. Seutas laso penghakiman menjadi penasaran, tergantung sendiri di atas dahan mangga belakang rumah. Sambil menangis Claudia bergegas meninggalkan tempat di mana ia akan mengakhiri hidupnya. Perjalanan sejauh 2 km tidak terasa, kaki melepuh, keringat mengucur, detak jantung tidak lagi beraturan membuat Claudia tidak dapat berucap, selain tangis histeris. Cindy jadi bingung, apa sesungguhnya yang sudah di alami teman, yang dulu pernah ia kenal sebagai gadis baik, penceria, dan cerdas.
Dalam ketenangannya Cindy memeluk tubuh claudia sambil merebahkannya di atas sofa ruang tamunya. Kemudian Cindy mengambil segelas air putih, claudia di suruhnya minum agar sedikit tenang. Setelah beberapa menit isak tangis mereda, Claudia menceriterakan masalah yang ia hadapi selama beberapa bulan ini, Cindy menarik napas panjang, ikut prihatin dengan apa yang di alami teman karibnya tersebut.
Cindy menyarankan agar Claudia menginap di rumahnya dalam beberapa hari, setelah bebnar-benar tenang baru mencari jalan keluar terbaik bagi Claudia.
Sementara keadaan di rumah Claudia menjadi kalut, kuatir terjadi hal-hal tidak diinginkan terhadap anaknya, sesungguhnya tidak ada seorangpun di dunia ini yang tidak menginginkan anaknya bahagia, namun sekali lagi bagi ayah Claudia tidak ada pilihan lain. Seperti biasa, setiap kali ingin berbagi keluh kesah Cindy dan Claudia selalu pergi ke pantai, karena jarak pantai dari tempat tinggal Cindy hanya kurang lebih 4 km. Setelah banyak hal yang mereka berdua saling utarakan, Cindy memberi sedikit saran kepada Claudia, bahwa hidup ini memang pilihan, dalam memilih mesti harus berhati-hati, artinya jangan sampai mengambil keputusan yang salah, di samping itu juga Cindy menyarankan Claudi mencari petunjuk lewat Doa. Cindy sungguh yakin apa yang di alami oleh Claudia adalah ujian dari Yang Maha Kuasa, dalam keyakinannya Tuhan tidak akan pernah memberi ujian di luar batas kemampuan umatNya. Cindy mengucapkan banyak terima kasih kepada sahabatnya, yang telah memberi tumpangan selama beberapa hari, memberi nasihat dan membantu Claudia pamit sama kedua orang tuanya karena Claudia sendiri tak ingin kepergiannya ke kota di halang-halangi oleh Bapaknya.
Dikota Claudia nginap di rumah, temannya Cindy, Claudia setiap hari di ajak jalan-jalan oleh Paula, sesekali di ajak main ke kantor ayahnya.
Berkat doa yang tulus Claudia Tuhan tidak membiarkannya begitu saja, saat itu telpon di meja sekretaris ayah Paula berdering, gagang telpon di angkat oleh Sekretaris ayah paula. Paula dan Claudia memperhatikan wajah sekretaris ayahnya yang gugup sekaligus bingung, karena saat itu orang yang bicara di telepon tidak pandai bahasa Indonesia. Lalu Claudia dan paula bertanya, kenapa mbak gugup ? ini ada telepon dari partner bisnis bapak di luar negri, saya ngak tahu bahasa inggris, jelas si sekretaris.
Lalu claudia menawarkan bantuannya, boleh saya bantu mbak ? tanya Claudia, oo dengan senang hati jawab sekretaris, memang sejak SMA kelas Dua, bahas inggris Claudia cukup fasih. Setelah selesai menerima telepon, Claudia menjelaskan isi pembicaraannya dengan partner bisnis ayahnya Paula, bahwa orang tersebut mengundang ayah paula untuk menandatangani kontrak kerja sebuah perusahaan multi nasional. Paula kagum melihat sesuatu yang baru saja ia saksikan. Diam-diam Paula menceriterakan kekagumannya terhadap Claudia pada ayahnya. Entah karna kebetulan atau memang ini jalan yang di tunjukan oleh Tuhan kepada Claudia, sehingga ayah paula mengangkat Claudia menjadi penterjemah di perusahaannya, dan setiap kali berurusan dengan partner bule nya ayah Paula pasti mengajak Claudia bahkan sampai kunjungan ke luar negeri.
Tahu akan persoalan yang di hadapi oleh Claudia, sebagai wujud rasa empatinya, ayah Paula bersedia melunasi semua hutang yang di tanggung oleh ayah Claudia, kemudian sambil membantu perusahaan ayah Paula, Claudia di suruh melanjutkan studynya ke perguruan tinggi oleh ayah paula.
Tak terasa setahun lamanya Claudia meninggalkan kampung halamannya, ayah dan ibunya, niat untuk melihat keadaan keluarganya ia ceriterakan sama ayah Paula. Ayah Paula bukannya menolak, bahkan ayah Paula bermaksud mengajak seluruh anggota keluarganya untuk mengunjungi ayah dan ibu Claudia.
Setiba di kampung halamannya, Claudia bingung, karena ayah dan ibunya tidak lagi tinggal di rumanya yang dulu, rumah tersebut sudah beralih tangan, di jual oleh pemberi hutang ayahnya.
Tetangga sebelah menghampiri Claudia dengan wajah sedih bercampur haru, menceriterakan penderitaan ayah dan ibinya selama ia tinggalkan, sekarang ayah dan ibunya tinggal di pondokan yang di buatkan oleh warga kampung.
Mereka semua bergegas, menemui ayah dan ibu Claudia, setelah bertemu, isak tangis bercampur haru biru tidak dapat terbendung. Melihat keadaan yang begitu memprihatinkan, ayah paula menuliskan Cek senilai hutang yang di tanggung oleh ayah Claudia, dan berjanji serta akan berusaha untuk mendapatkan rumah mereka kembali.
Nanar mata ayah Claudia, ingat akan perlakuannya terhadap anaknya, karena ulah dan ambisinya hampir saja anak semata wayang menjadi korban.
Penyesalan memang terkadang datang setelah semuanya terjadi, andaikan Claudia tidak ingat dengan Cindy saat meraih seutas tali untuk mengakhiri hidupnya, mungkin ini akan menjadi penyesalan seumur hidup bagi kedua orang tua Claudia.
Keadaan keluarga Claudia menjadi normal kembali, lima tahun kemudian Claudia meraih gelar sarjananya, jurusan ekonomi manajemen, dan di promosikan sebagai konsultan perusahaan, sambil bekerja Claudia melanjutkan strata dua, tamat dengan gelar MM, Claudia di promosikan menjadi field ofice manager, Cindy dan Paula ikut bergabung membesarkan perusahaan tersebut, mereka bertiga menamai persahabatannya “kelompok tiga malaikat”..
Hidup memang sebuah misteri, sejalan dengan waktu, terkadang kita tidak sadar bahwa masih ada kehendak yang lebih kuasa dari sekedar keinginan kita sendiri. Kadang pula kita tidak sadar, dalam keseharian hidup kita, kita selalu ingin sekali menguasai orang lain, mengatur hidup orang lain, bahkan mengorbankan hidup dan kebahagiaan orang lain. Sesungguhnya, jangankan menguasai hidup orang lain, untuk mengatur hidup orang lainpun kita tidak layak, bahkan orang tua sekalipun tidak berhak untuk mengatur hidup anaknya, yang di lakukan orang tua hanyalah memberikan bimbingan di saat anak-anaknya memerlukan bimbingan, memelihara dan membesarkannya karena anak adalah harta titipan Tuhan.

Nasihat kecil......

Jika ingin mengambil satu keputusan jangan disaat kita dalam keadaan panik, tenangkan diri terlebih dahulu, andai pikiran kita dalam keadaan buntu, carilah orang yang kita anggap paling dekat dan dapat di percaya untuk berbagi kalau perlu di mintai pendapatnya, kemudian jangan lupa berdoa serta lakukan permenungan, ikutilah kata hatimu maka di situlah jalan akan di temukan, dan yang terpenting dalam hidup adalah berusaha untuk selalu berpikiran positif, jangan terlalu cepat memvonis,segala sesuatunya haruslah di pertimbangkan dengan matang. Masalah tidak akan pernah selesai dengan cara menghindar, cara arif menyelesaikan masalah hadapi dan lakukan dengan hati panas namun kepala tetap dingin.
Tak ada masalah yang tanpa jalan keluar, semua pasti ada jalan keluarnya.

Read More..