Rabu, 23 April 2008

NAIK DANGO

Oleh. Paulus FS

PANDANGAN DAN MAKNA HAKIKI NAIK DANGO
Naik Dango adalah pesta puncak bagi masyarakat Dayak dalam mengungkapkan rasa syukur atas hasil panen, yang dilakukan secara rutin setiap tahunnya, ditiap sub suku Dayak semua melakukannya, hanya sebutannya kadang ada yang berbeda, seperti sub Badamea =Ngabayatn, Badameo = Ngabayotn dll. Terserah apa saja sebutannya yang terpenting disini adalah makna yang terkandung dalam acara yang dilaksanakan dengan Naik Dango itu sendiri sama adanya.

Naik Dango dikembalikan pada hakekatnya, adalah ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencifta atas nikmat yang diterima. Sama halnya dengan berbagai hari raya keagamaan, yang merupakan kewajiban bagi umatnya untuk merayakannya, dengan atau tidak dengan sebuah pesta yang meriah.

Naik Dango, selain dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur kepada Jubata, juga menjadi sarana silaturahmi inter-antar keluarga dan kerabat serta siapa saja yang mau datang pada acara tersebut tanpa dibatasi oleh sesuatu hal yang bersifat formal.
Dengan melakukan acara pesta dan makan-makan dalam dalam Naik Dango ini, orang yang memiliki cara pandang ekonomisme selalu berpendapat lain, bahkan dikalangan Dayak sendiripun kadang-kadang ada yang tidak setuju dengan acara yang demikian, bahkan ada ungkapan yang lebih ekstrim lagi mengatakan “bagaimana orang Dayak bisa kaya, karena hasil yang didapat habis untuk pesta dan hura-hura”. Jika kita menariknya hanya dari sisi ekonomis semata, ada benarnya ungkapan yang demikian, tanpa di tarik dari sisi pemahaman lain.
Jika kita masih percaya pada Jubata/Tuhan yang merupakan sumber nikmat yang kita terima, maka kita juga harus mampu memahami makna rejeki sebagai nikmat yang dititipkan oleh Sang Pencifta kepada kita untuk kelola dan dimanfaatkan sebaik mungkin.
Kita yang dititipi rejeki tersebut sesungguhnya yang dipercaya olehNya, bukan sebagai pemilik tunggal dari apa yang didapatkan (rejeki), baca “Lukas, 21:48. Setiap orang yang banyak diberi, daripadanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, kepadanya akan lebih banyak dituntut”.
Tuntutan yang dimaksudkan disini adalah pengabdian diri, pengabdian yang dimaksudkan olehNya, tidak sekedar bisa bersyukur lewat doa, atau persembahan kecil dalam bentuk sesajen, namun lebih daripada itu yang diinginkan olehNya.
Berbagi rasa terhadap sesama, termasuk didalamnya mendistribusikan rejeki yang diterima dariNya yang disebut dengan “berbudi” terhadap sesama.
Demikianlah salah satu pemaknaan pesta adat Naik Dango yang dilakukan dikalangan masyarakat Dayak pada umumnya. Memang kalau kita tanya satu persatu dari orang Dayak, tentang pesta Naik Dango yang mereka laksanakan setiap akhir tahun panen, mereka akan mengatakan “Naik Dango adalah ungkapan rasa syukur atas hasil panen”dan hanya itu, kita tidak bisa berpikir naif untuk memaknai syukur yang mereka ucapkan dalam pandangan sempit, namun syukur yang dimaksudkan mengandung unsur yang sangat luas dan dalam.
Pesta Naik Dango menjadi sebuah ekspresi ungkapan “rasa”, yang diekspresikan dalam bentuk pesta dengan menyatakan rasa syukur, rasa bahagia dan lain sebagainya.
Pesan orang tua yang bijak terhadap anaknya demikian “jika kamu mendapatkan sesuatu apapun bentuknya, jangan lupa mengucap syukur, sebab segala sesuatu yang kamu cari dan akhirnya kamu dapatkan, ada pemiliknya”
Bagi orang Dayak, mensyukuri menjadi bagian yang utama, itu sebabnya Naik Dango bukanlah sekedar pesta untuk kesenangan dan hura-hura semata.

Tidak ada komentar: